Elza Astari Retaduari - detikNews
Jakarta - Maraknya aksi terorisme
baik di dalam maupun luar negeri, menjadi perhatian serius para personel
penanggulangan teror (Gultor) Satuan-81 Kopassus. Menurut sang
komandan, Kolonel Inf Thevi Zebua, readiness atau kesiapsiagaan perlu
ditingkatkan.
"Ancaman teror itu kan sekarang sudah maju. Tidak seperti dulu, saat ini lebih kompleks lagi. Kita perlu meningkatkan readiness," ungkap Thevi saat berbincang dengan detikcom di Mako Kopassus, Cijantung, Jaktim, Sabtu (28/3/2015).
Perkembangan aksi teror saat ini disebutnya lebih masive. Para teroris, kata Thevi, bisa dalam waktu bersamaan melalukan tindakan teror di tempat yang berbeda.
"Artinya kita perlu perkembangan lebih lagi dalam melatih (prajurit Gultor). Perlu ada sinergitas, interoperability, informasi harus up to date terus. Ini (penanggulangan teror) tidak bisa diselesaikan oleh satu satuan saja. Harus bersamaan," kata Thevi.
Interoperability sendiri merupakan tuntutan yang harus dimiliki kekuatan pertahanan, mencakup antar-alutsista dan juga antar-kemampuan. Setiap prajurit militer harus menanamkan prinsip ini, di mana interoperability bisa juga ditafsirkan sebagai ketulusan bersinergi dengan mitra lain untuk mencapai keberhasilan yang merupakan tujuan bersama.
Thevi pun memberi contoh, dalam Operasi Woyla pada tahun 1981 lalu, keberhasilan Kopassus tidak bisa dilepaskan dari peran pemerintah. Sebab meski Pesawat yang dibajak teroris Kelompok Jihad merupakan milik Indonesia, lokasi kejadian berada di luar negeri yaitu di Bangkok, Thailand.
"Itu perlu keterlibatan pemerinah. Itu kan terjadi di luar negeri, harus ada hubungan diplomatik yang baik, kita harus memilihara itu. Artinya pada saat itu hubungan kita dengan Thailand sangat baik," tutupnya.
(ear/jor)

Istimewa
"Ancaman teror itu kan sekarang sudah maju. Tidak seperti dulu, saat ini lebih kompleks lagi. Kita perlu meningkatkan readiness," ungkap Thevi saat berbincang dengan detikcom di Mako Kopassus, Cijantung, Jaktim, Sabtu (28/3/2015).
Perkembangan aksi teror saat ini disebutnya lebih masive. Para teroris, kata Thevi, bisa dalam waktu bersamaan melalukan tindakan teror di tempat yang berbeda.
"Artinya kita perlu perkembangan lebih lagi dalam melatih (prajurit Gultor). Perlu ada sinergitas, interoperability, informasi harus up to date terus. Ini (penanggulangan teror) tidak bisa diselesaikan oleh satu satuan saja. Harus bersamaan," kata Thevi.
Interoperability sendiri merupakan tuntutan yang harus dimiliki kekuatan pertahanan, mencakup antar-alutsista dan juga antar-kemampuan. Setiap prajurit militer harus menanamkan prinsip ini, di mana interoperability bisa juga ditafsirkan sebagai ketulusan bersinergi dengan mitra lain untuk mencapai keberhasilan yang merupakan tujuan bersama.
Thevi pun memberi contoh, dalam Operasi Woyla pada tahun 1981 lalu, keberhasilan Kopassus tidak bisa dilepaskan dari peran pemerintah. Sebab meski Pesawat yang dibajak teroris Kelompok Jihad merupakan milik Indonesia, lokasi kejadian berada di luar negeri yaitu di Bangkok, Thailand.
"Itu perlu keterlibatan pemerinah. Itu kan terjadi di luar negeri, harus ada hubungan diplomatik yang baik, kita harus memilihara itu. Artinya pada saat itu hubungan kita dengan Thailand sangat baik," tutupnya.
(ear/jor)
Labels:
Gultor SAT-81,
Kopassus
Thanks for reading Marak Aksi Teror, Gultor Sat-81 Kopassus: Kesiagaan Perlu Ditingkatkan . Please share...!
0 Komentar untuk "Marak Aksi Teror, Gultor Sat-81 Kopassus: Kesiagaan Perlu Ditingkatkan "