Rivki - detikNews
Jakarta - Pengadilan Negeri (PN)
Purwokerto, Jawa Tengah baru saja memenangkan polisi dalam perkara
praperadilan Polres Banyumas Vs tersangka korupsi Mukti Ali. PN
Purwokerto menegaskan praperadilan tidak berwenang menentukan status
tersangka.
Mukti Ali menggugat Kapolres Banyumas karena ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana Bansos sebesar Rp 50 juta. Lantas Mukti tidak terima dan mengajukan gugatan praperadilan ke PN Purwokerto.
Oleh hakim tunggal PN Purwokerto, Kristanto Sahat menyatakan penetapan tersangka bukanlah objek praperadilan dan memutuskan menolak gugatan Mukti Ali. Berdasarkan Pasal 77 KUHAP, objek praperadilan sudah dibatasi hanya 5 point.
Putusan Kristanto berbeda dengan putusan PN Jaksel. Saat itu hakim tunggal Sarpin Rizaldi menambahkan kewenangan praperadilan yaitu penetapan tersangka bagian dari objek praperadilan. Atas dasar itu, Sarpin mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Komjen Budi Gunawan dan menyatakan penetapan tersangka Komjen BG tidak sah.
Lantas mana yang benar, apakah putusan Sarpin atau putusan Kristanto?
"Itu bukan tidak konsisten. Itu namanya independensi hakim. Hakim ini kalau memutus harus berdasarkan pokok materi," ujar jubir MA hakim agung Suhadi, saat dihubungi, Selasa (10/3/2015).
Suhadi menambahkan, tidak ada yang salah antara putusan PN Purwokerto dan PN Jakarta Selatan dalam putusan praperadilan penetapan tersangka.
"Tidak ada yang salah, karena kan memutus itu berdasarkan pokok materi yang bermuara pada putusan hakim," ucapnya.
Suhadi menegaskan Indonesia tidak menganut asas putusan hakim dalam kasus yang sama harus diikuti hakim lainnya.
"Kita tidak seperti itu, kalau di Inggris iya, misalnya ada kasus yang sama lalu hakim lain harus mengikuti putusan yang sama," ujarnya.
(rvk/asp)

Kristanto (atas), Sarpin (bawah)
Mukti Ali menggugat Kapolres Banyumas karena ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana Bansos sebesar Rp 50 juta. Lantas Mukti tidak terima dan mengajukan gugatan praperadilan ke PN Purwokerto.
Oleh hakim tunggal PN Purwokerto, Kristanto Sahat menyatakan penetapan tersangka bukanlah objek praperadilan dan memutuskan menolak gugatan Mukti Ali. Berdasarkan Pasal 77 KUHAP, objek praperadilan sudah dibatasi hanya 5 point.
Putusan Kristanto berbeda dengan putusan PN Jaksel. Saat itu hakim tunggal Sarpin Rizaldi menambahkan kewenangan praperadilan yaitu penetapan tersangka bagian dari objek praperadilan. Atas dasar itu, Sarpin mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Komjen Budi Gunawan dan menyatakan penetapan tersangka Komjen BG tidak sah.
Lantas mana yang benar, apakah putusan Sarpin atau putusan Kristanto?
"Itu bukan tidak konsisten. Itu namanya independensi hakim. Hakim ini kalau memutus harus berdasarkan pokok materi," ujar jubir MA hakim agung Suhadi, saat dihubungi, Selasa (10/3/2015).
Suhadi menambahkan, tidak ada yang salah antara putusan PN Purwokerto dan PN Jakarta Selatan dalam putusan praperadilan penetapan tersangka.
"Tidak ada yang salah, karena kan memutus itu berdasarkan pokok materi yang bermuara pada putusan hakim," ucapnya.
Suhadi menegaskan Indonesia tidak menganut asas putusan hakim dalam kasus yang sama harus diikuti hakim lainnya.
"Kita tidak seperti itu, kalau di Inggris iya, misalnya ada kasus yang sama lalu hakim lain harus mengikuti putusan yang sama," ujarnya.
(rvk/asp)
Labels:
Hakim,
Jaksel,
MA,
Pengadilan Negeri,
Purwokerto
Thanks for reading Multitafsir Praperadilan Sarpin Vs Kristanto, MA: Tidak Ada yang Salah . Please share...!
0 Komentar untuk "Multitafsir Praperadilan Sarpin Vs Kristanto, MA: Tidak Ada yang Salah "