Hardani Triyoga - detikNews
Jakarta - Presiden Joko Widodo
diminta berani untuk memberikan teguran keras terhadap orang yang
memelintir pesan yang disampaikannya. Selain teguran, ada sanksi seperti
'pergeseran' agar memberikan efek jera bagi yang bersangkutan.
Sekjen NasDem Patrice Rio Capella mengatakan hal tersebut diperlukan agar komunikasi politik Presiden dengan parpol di Koalisi Indonesia Hebat (KIH) bisa lancar.
"Harus mengambil tindakan teguran, ini kan memang ada masalah komunikasi. Nggak hanya teguran, tapi yang pas menggeser. Dia nggak lagi diberikan kepercayaan sebagai penyampai pesan," kata Patrice saat dihubungi, Kamis (16/4/2015).
Menurutnya, pengakuan Jokowi terhadap sejumlah pengamat harus menjadi perhatian. Efek dari buruknya komunikasi politik ini kerap dipandang jadi kelemahan Jokowi.
"Ya saya pikir pengakuan Pak Jokowi ini harus jadi perhatian. Sebagai memimpin jelas dia yang tahu siapa yang mengedit pesannya. Pak Jokowi ngomong 10 kalimat tapi disampaikan cuma lima kalimat. Saya nggak tahu siapa, tapi ini ada yang salah," sebut Anggota Komisi III DPR itu.
Lantas, apakah sebaiknya Jokowi memakai juru bicara kepresidenan? Soal ini, ia berpendapat belum. Patrice yakin urusan komunikasi politik lebih baik Jokowi dilakukan secara langsung, bukan melalui orang lain.
Namun, jika untuk keperluan pemerintahan, baiknya memang presiden memerlukan juru bicara.
"Kalau soal kepresidenan, contoh pertemuan bilateral dengan Jepang, Tiongkok, mungkin Jubir yang pas jelasin ke publik, apa sih yang dibahas. Tapi, urusan politik rasanya presiden bisa sendiri langsung tanpa jubir," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengundang sejumlah pengamat ke Istana Negara, Selasa (14/4/2015). Kepada sejumlah pengamat tersebut, Jokowi mengeluhkan adanya 'pengantar' yang tidak menyampaikan pesannya secara utuh.
Dampaknya, komunikasi politik Presiden ketujuh dengan koalisi parpol di KIH terutama PDIP menjadi bias.
(hat/ahy)

Presiden Jokowi (Dok.detikcom)
Sekjen NasDem Patrice Rio Capella mengatakan hal tersebut diperlukan agar komunikasi politik Presiden dengan parpol di Koalisi Indonesia Hebat (KIH) bisa lancar.
"Harus mengambil tindakan teguran, ini kan memang ada masalah komunikasi. Nggak hanya teguran, tapi yang pas menggeser. Dia nggak lagi diberikan kepercayaan sebagai penyampai pesan," kata Patrice saat dihubungi, Kamis (16/4/2015).
Menurutnya, pengakuan Jokowi terhadap sejumlah pengamat harus menjadi perhatian. Efek dari buruknya komunikasi politik ini kerap dipandang jadi kelemahan Jokowi.
"Ya saya pikir pengakuan Pak Jokowi ini harus jadi perhatian. Sebagai memimpin jelas dia yang tahu siapa yang mengedit pesannya. Pak Jokowi ngomong 10 kalimat tapi disampaikan cuma lima kalimat. Saya nggak tahu siapa, tapi ini ada yang salah," sebut Anggota Komisi III DPR itu.
Lantas, apakah sebaiknya Jokowi memakai juru bicara kepresidenan? Soal ini, ia berpendapat belum. Patrice yakin urusan komunikasi politik lebih baik Jokowi dilakukan secara langsung, bukan melalui orang lain.
Namun, jika untuk keperluan pemerintahan, baiknya memang presiden memerlukan juru bicara.
"Kalau soal kepresidenan, contoh pertemuan bilateral dengan Jepang, Tiongkok, mungkin Jubir yang pas jelasin ke publik, apa sih yang dibahas. Tapi, urusan politik rasanya presiden bisa sendiri langsung tanpa jubir," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengundang sejumlah pengamat ke Istana Negara, Selasa (14/4/2015). Kepada sejumlah pengamat tersebut, Jokowi mengeluhkan adanya 'pengantar' yang tidak menyampaikan pesannya secara utuh.
Dampaknya, komunikasi politik Presiden ketujuh dengan koalisi parpol di KIH terutama PDIP menjadi bias.
(hat/ahy)
Labels:
'Pemelintir' Pesan,
Jokowi
Thanks for reading Selain Teguran, Jokowi Diminta Berani Geser 'Pemelintir' Pesan . Please share...!
0 Komentar untuk "Selain Teguran, Jokowi Diminta Berani Geser 'Pemelintir' Pesan "