JAKARTA, KOMPAS.com -
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Arminsyah, mengatakan,
rekaman otentik percakapan yang diperoleh dari Presiden Direktur PT
Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin bukan barang sitaan.
Rekaman tersebut dipinjamkan Maroef kepada Kejaksaan Agung sebagai bahan untuk mendalami kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden.
Mahkamah Kehormatan Dewan sebelumnya gagal meminjam rekaman asli yang berisi percakapan antara Maroef dengan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid tersebut.
Hal itu menyusul adanya surat pernyataan yang dikirimkan Maroef kepada Kejagung untuk tidak meminjamkan rekaman asli itu kepada siapa pun.
"Alat rekaman itu memang ada pada kita. Itu diserahkan Pak Maroef, tapi kita tidak bisa memenuhi permintaan dari MKD karena barang itu bukan barang sitaan," kata Arminsyah di kantornya, Kamis (10/12/2015).
Karena berstatus pinjaman, ia mengatakan, maka yang memiliki wewenang untuk meminjamkan rekaman otentik tersebut kepada pihak lain adalah Maroef.
Sekalipun, dalam hal ini, pinjaman yang dilakukan MKD hanya sebatas untuk mencocokkan rekaman asli dengan salinan rekaman telah dimiliki MKD.
Salinan rekaman itu, sebelumnya diperoleh MKD dari Menteri ESDM Sudirman Said dan Maroef.
Kedua salinan itu pun telah diperdengarkan ketika MKD menggali keterangan dari keduanya pekan lalu.
"Kita kan juga memegang amanah. Amanah yang punya HP tersebut tidak mengizinkan. Mungkin beliau (MKD) langsung minta ke Pak Maroef," kata Arminsyah.
Sudirman sebelumnya melaporkan Setya Novanto ke MKD.
Ia diduga telah melakukan pelanggaran kode etik dengan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk mendapatkan sejumlah saham dari PT Freeport Indonesia.
Rekaman tersebut dipinjamkan Maroef kepada Kejaksaan Agung sebagai bahan untuk mendalami kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden.
Mahkamah Kehormatan Dewan sebelumnya gagal meminjam rekaman asli yang berisi percakapan antara Maroef dengan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid tersebut.
Hal itu menyusul adanya surat pernyataan yang dikirimkan Maroef kepada Kejagung untuk tidak meminjamkan rekaman asli itu kepada siapa pun.
"Alat rekaman itu memang ada pada kita. Itu diserahkan Pak Maroef, tapi kita tidak bisa memenuhi permintaan dari MKD karena barang itu bukan barang sitaan," kata Arminsyah di kantornya, Kamis (10/12/2015).
Karena berstatus pinjaman, ia mengatakan, maka yang memiliki wewenang untuk meminjamkan rekaman otentik tersebut kepada pihak lain adalah Maroef.
Sekalipun, dalam hal ini, pinjaman yang dilakukan MKD hanya sebatas untuk mencocokkan rekaman asli dengan salinan rekaman telah dimiliki MKD.
Salinan rekaman itu, sebelumnya diperoleh MKD dari Menteri ESDM Sudirman Said dan Maroef.
Kedua salinan itu pun telah diperdengarkan ketika MKD menggali keterangan dari keduanya pekan lalu.
"Kita kan juga memegang amanah. Amanah yang punya HP tersebut tidak mengizinkan. Mungkin beliau (MKD) langsung minta ke Pak Maroef," kata Arminsyah.
Sudirman sebelumnya melaporkan Setya Novanto ke MKD.
Ia diduga telah melakukan pelanggaran kode etik dengan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk mendapatkan sejumlah saham dari PT Freeport Indonesia.
Labels:
Alasan Kejaksaan Agung,
ke MKD,
Setya Novanto,
Tak Bisa Serahkan Rekaman
Thanks for reading Alasan Kejaksaan Agung Tak Bisa Serahkan Rekaman Setya Novanto ke MKD. Please share...!
0 Komentar untuk "Alasan Kejaksaan Agung Tak Bisa Serahkan Rekaman Setya Novanto ke MKD"