-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online

Korban dan pelaku tragedi 1965 sama-sama depresi

Korban dan pelaku tragedi 1965 sama-sama depresi
Dokumentasi putri salah seorang Pahlawan Revolusi, Mayor Jenderal TNI (Anumerta) Sutojo Siswomihardjo, Nani Nurrachman Sutojo, menandatangani buku karyanya "Kenangan Tak Terucap: Saya, Ayah dan Tragedi 1965," di Universitas Surabaya (Ubaya), Surabaya, Jumat (10/5). Buku kenangan tragedi G 30 S PKI 1965 tersebut, bertutur tentang sisi manusia yang telah mengalami luka batin dan berjuang mengelolanya dengan segala cara, bukan lagi soal memaafkan atau melupakan, namun upaya untuk berdamai dengan masa lalu. (FOTO ANTARA/Eric Ireng)
 ... klien yang dulunya sebagai tentara dan membunuh orang PKI, dia mengalami gangguan stress pasca-trauma hingga menderita stroke, dan dia bermimpi bermain bola dengan orang yang dia bunuh...

Jakarta (ANTARA News) - Ahli psikiatri, Mahar Agusno, yang menangani klien dari kalangan korban dan pelaku tragedi 1965, mengatakan, kedua belah pihak sama-sama mengalami depresi.

Bahkan menurut pengalamannya, depresi pada pelaku lebih berat dibandingkan korban.

"Saya pernah menangani klien yang dulunya sebagai tentara dan membunuh orang PKI, dia mengalami gangguan stress pasca-trauma hingga menderita stroke, dan dia bermimpi bermain bola dengan orang yang dia bunuh," kata Agusno, saat Simposium Nasional Tragedi 1965, di Jakarta, Selasa.

Bagi pelaku, kata dia, lebih menyiksa; apalagi jika mereka sudah semakin tua, karena semakin mendekati kematian.

Contoh perempuan dari sisi pelaku (terkait PKI) yang menjadi korban itu adalah Svetlana Nyoto. Dia anak perempuan dari Nyoto, tokoh puncak Komite Pusat Politbiro PKI.

Gejala gangguan kesehatan jiwa meningkat setiap kali kliennya menghadapi peningkatan permasalahan hidup yang mengingatkan peristiwa traumatik.


Berdasarkan penelitiannya pada 46 korban dalam rentang usia 48 sampai 85 tahun di Yogyakarta sepanjang 2014-2016, gejala dikelompokkan dalam depresi, pengalaman traumatis, penyakit organik, keluhan yang berkaitan dengan lingkungan dan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

"Mereka juga sering merasa karena tidak bisa berbuat apapun akibat sudah tua, lemah serta sebagian sakit-sakitan," kata dia.
Gejala yang juga diakibatkan oleh pengalaman traumatis ini menyebabkan tidak mau mengikuti kegiatan atau berita politik, takut kejadian yang sama dialami anak-cucu, mimpi disiksa, hingga merasa terus dimonitor. 

Lebih jauh lagi, mereka merasa khawatir akan keselamatan orang yang menolongnya dan takut jika diberikan pelayanan akan berujung pada penangkapan.

Mereka juga masih merasa didiskriminasi dan dianggap bersalah serta merasa sistem sekarang belum memulihkan keaadan mereka.

Dia menambahkan, hampir semua merasakan kesulitan hidup karena harta bendanya habis dan sudah tak bisa bekerja dengan baik.

Oleh sebab itu klien perlu segera dicukupi kebutuhan dasarnya, dia berharap hal ini akan mempunyai efek penyembuhan psikologis yang jauh lebih baik.

"Selain pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan dan jaminan kesehatan, mereka juga perlu mendapat jaminan untuk mendapatkan rasa aman agar bisa hidup lebih tenang," kata dia. 

Mengulas hal ini, tokoh NU, Imam Aziz, mengatakan kaum perempuan yang lebih mendalam. "Karena perempuan sasaran yang menjadi objek kekerasan adalah seksual," kata Aziz.

Menurut pengalaman dia berdialog dengan korban, para perempuan ditangkap dan disiksa di rumah tahanan setempat atau lokasi yang difungsikan sebagai rumah tahanan.
Editor: Ade Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Labels: Korban dan pelaku, Sama-sama depresi, Tragedi 1965

Thanks for reading Korban dan pelaku tragedi 1965 sama-sama depresi. Please share...!

0 Komentar untuk "Korban dan pelaku tragedi 1965 sama-sama depresi"

Back To Top