-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
KPK Sudah Terima Laporan Kekayaan dari 602 Bakal Calon Kepala Daerah

KPK Sudah Terima Laporan Kekayaan dari 602 Bakal Calon Kepala Daerah

Ikhwanul Khabibi - detikNews KPK Sudah Terima Laporan Kekayaan dari 602 Bakal Calon Kepala DaerahFoto: CNNIndonesia/Aghnia Adzkia

 Jakarta - Salah satu syarat yang dicanangkan KPU kepada para bakal calon Kepala Daerah adalah melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Hingga hari ini, sudah ada 602 bakal calon kepala daerah yang melapor kekayaan ke KPK.

"Bakal calon Kepala Daerah harus menyerahkan tanda terima bukti LHKPN ke KPK. KPK sudah membuka loket untuk mengumpulkan laporan kekayaan dari kemarin sampai 7 Agustus, waktu sangat terbatas, karena ini syarat dari KPU, diharapkan diketahui calon kepala daerah yang akan mengikuti pilkada nantinya, dapat dikirim langsung ke KPK yaitu datang langsung atau surat pos, kami buka loket dari 22 Juli sampai 7 Agustus," kata Pimpinan KPK, Adnan Pandu Praja di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (23/7/2015).

Pelaporan harta kekayaan ke KPK bagi para bakal calon ketua daerah ini diatur dalam UU no 1 tahun 2015 tentang Pilkada Serentak. Hingga hari kedua loket pelaporan dibuka, sudah ada 602 bakal calon kepala daerah yang melapor kekayaan.

"Kami dalam proses tampung dulu nanti kita akan verifikasi dan yang pasti KPU mensyaratkan tanda terima laporan kekayaan adapun verifikasi butuh waktu tapi tidak terpengaruh dengan verifikasi tersebut," jelas Adnan.
Nantinya, KPK akan membuat pengumuman yang berisi siapa saja bakal calon kepala daerah yang sudah melaporkan harta kekayaan. Masyarakat nantinya akan tahu apakah calon kepala daerahnya berkomitmen untuk terbuka melaporkan harta kekayaannya.

"Kita harap kejujuran calon dan jangan lupa akan diumumkan di papan pengumuman KPU,  semua yang dicatat KPK akan diumumkan di papan pengumuman KPU agar para pemilih dapat menjadi pertimbangan dalam memilih dan tidak memilih kucing dalam karung bisa dicrosscheck antara kekayaan dan profil," tutur Pandu.


"LHKPN adalah bentuk transparansi pejabat publik, begitu terpilih penyelenggara negara jadi harus publikasi kekayaannya ini konsekuensi jadi pemimpin daerah, kaitan dengan korupsi? belum bisa dikaitkan dengan korupsi jadi moral hazard dan pertimbangan untuk para pemilih," tegasnya.
(kha/hri)

Romi Yakin Berhak Teken Calon Kepala Daerah Pasca Putusan PT TUN

Romi Yakin Berhak Teken Calon Kepala Daerah Pasca Putusan PT TUN

M Iqbal - detikNews
 Romi Yakin Berhak Teken Calon Kepala Daerah Pasca Putusan PT TUNFoto: Agung Pambudhy

 Jakarta - Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) mengakui SK Menkum HAM tentang kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya dengan membatalkan putusan PTUN. Ketua umum PPP Romahurmuziy yakin pihaknya yang berhak meneken calon kepala daerah dalam Pilkada 2015.

"PT TUN sudah putuskan Muktamar Surabaya yang disahkan SK Menkum HAM adalah hal yang benar sesuai UU. Karenanya dengan putusan pertama mencabut penundaan, diktum kedua mencabut putusan PTUN tingkat I dengan sendirinya hanya ada satu kepengurusan DPP yaitu di bawah Muktamar Surabaya," ujar Romahurmuziy dalam sambutan Rapimnas II PPP di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (13/7/2015).
Romi mengaku sudah berkonsultasi dengan banyak pakar hukum terkait makna atau tafsir putusan PT TUN tersebut. Intinya, bahwa putusan tersebut bersifat kilat atau langsung berlaku tanpa menunggu adanya putusan tetap akibat kasasi.

"Maka dia kembali seolah belum digugat, begitu esensi putusan PT TUN," ujarnya.

Romi lalu mengkritisi ketentuan dalam Peraturan KPU Nomor 9/2015 pasal 36 ayat 2 dan 3, bahwa KPU menolak pendaftaran calon kepala daerah dari kepengurusan yang SK-nya dalam gugatan, sampai ada keputusan bersifat inkrah.

"Kok di situ KPU katakan belum inkrah. Yang menunggu inkrah itu yang berperkara, kalau kami tidak perlu inkrah," tutur anggota komisi III DPR itu.

Romi menyebut PKPU tentang pencalonan yang dibuat KPU itu bermasalah dan belum teruji. Jika ada parpol yang mendapatkan SK Menkum HAM lalu digugat oleh internal partai sehingga tak berhak ikut Pilkada, maka merugikan kepengurusan yang kantongi SK.

"Itu artinya peraturan KPU menyimpan persoalan. Ini negara hukum bukan negara yang dikendalikan sekelompok orang," tegas Romi.


(bal/Hbb)
Back To Top