-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
KPK periksa Menteri Basuki Hadimuljono dalam kasus Damayanti

KPK periksa Menteri Basuki Hadimuljono dalam kasus Damayanti

KPK periksa Menteri Basuki Hadimuljono dalam kasus Damayanti
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono (tengah) tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/4/2016).

"Saya dipanggil mungkin untuk ditanyai sebagai saksi ibu DWP (Damayanti Wisnu Putranti)," kata Basuki saat datang ke gedung KPK sekitar pukul 11.00 WIB, Kamis.

Basuki datang ditemani sejumlah staf dan pengacara Rudy Alfonso. Selain Basuki, dalam kasus yang sama KPK juga akan memeriksa Staf Biro Perencanaan Kementerian PUPR Faisol Zuhri.

"Belum tahu, nanti saja ya," jawab Basuki saat ditanya mengenai proyek-proyek yang diajukan oleh anggota Komisi V dari Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti dari dana aspirasi ke Kementerian PUPR.

Sebelumnya KPK juga sudah memeriksa Ketua Komisi V DPR dari fraksi Partai Gerindra Fary Djemi Francis, Wakil Ketua Komisi V DPR dari fraksi Partai Demokrat Michael Wattimena dan Wakil Ketua Komisi V DPR RI dari fraksi PKS Yudi Widiana.

Dalam sidang Senin (11/4) Damayanti mengakui bahwa "fee" dari dana aspirasi sudah dijatahkan untuk pimpinan fraksi, ketua kelompok fraksi dan anggota Komisi.

"Untuk nilai merupakan hasil nego antara pimpinan Komisi V dan Kementerian PUPR sehingga masing-masing anggota mendapat jatah maksimal Rp50 miliar, kapoksi maksimal Rp100 miliar, utk pimpinan saya kurang tahu. Kami diberikan dari kapoksi, kapoksi dari pimpiann. Saya nilainya Rp41 miliar," ungkap Damayanti saat itu.

"Di situ ada Fahri Prancis (Ketua Komisi V), Michael Wattimena (Wakil Ketua Komisi V), pimpinan yang saya lihat empat, yang saya baca empat. Anggota yang saya lihat ada Pak Bakri (HM Bakri), Musa (Musa Zainuddin), saya, Budi (Budi Supriyanto), Yoseph Umar Hadi, Sukur Nababan," tambah Damayanti.

Dalam dakwaan, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir disebut memberikan uang Rp21,28 miliar; 1,674 juta dolas Singapura dan 72.727 dolar AS kepada Amran Hi Mustary selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Kapoksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro, Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin, Damayanti dan anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto.

Tapi baru Damayanti dan Budi Supriyanto yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2016
KPK periksa pejabat Kementerian PUPR terkait Damayanti

KPK periksa pejabat Kementerian PUPR terkait Damayanti

KPK periksa pejabat Kementerian PUPR terkait Damayanti
Damayanti Wisnu Putranti memasuki Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (22/1). (ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww/16)

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional IX, Amran Hl Mustary, sebagai saksi dugaan tindak pidana penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR dalam proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

"Amran Hl Mustary diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DWP (Damayanti Wisnu Putranti, Red)," kata Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, di Jakarta, Selasa.

Selain Amran, KPK juga memeriksa Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng, dan Direktur PT Cahaya Mas Perkasa, Tan Lendy Tanaya, untuk Damayanti.

Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX di Ambon dan kantor PT Cahaya Mas Perkara di Jalan WR Supratman Ambon digeledah KPK pada 22 Januari 2016 lalu.

Dalam penggeledahan itu, KPK menemukan dokumen dan data elektronik terkait para tersangka dalam kasus ini.

Dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan anggota Komisi V dari Fraksi PDI Perjuangan, Damayanti Wisnu Putranti, dan dua orang rekannya, yaitu Julia Prasetyarini(UWI) dan Dessy A Edwin (DES) sebagai tersangka dugaan penerimaan suap masing-masing sebesar 33.000 dolar Singapura, sehingga total mencapai 99.000 dolar Singapura.

Atas perbuatan itu, ketiganya disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Uang tersebut berasal dari Direktur PT WTU, Abdul Khoir (AKH). Total komitmen Khoir adalah sebesar 404.000 dolar Singapura sebagai fee agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di Provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR.

Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan 5 jembatan yang masih dalam proses pelelangan.

Atas perbuatan tersebut, Abdul Khoir disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Ancaman pidananya paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Penyidik KPK saat ini sedang melakukan pendalaman aliran sisa uang 305.000 dolar Singapura, termasuk mengembangkan kemungkinan tersangka lain dalam perkara ini.

Editor: Unggul Tri Ratomo
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Back To Top