-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
Akademisi: deradikalisasi tak bisa disepelekan

Akademisi: deradikalisasi tak bisa disepelekan

Akademisi: deradikalisasi tak bisa disepelekan
Hamdi Muluk (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)
 Bahkan, proses pendekatan dan penyadaran itu bisa sangat rumit"

Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Prof Hamdi Muluk mengatakan bahwa deradikalisasi atau pembinaan tidak bisa disepelekan dalam pencegahan terorisme karena merupakan salah satu cara untuk mengembalikan orang yang telanjur radikal menjadi tidak radikal.

"Dengan dilakukan deradikalisasi saja masih ada napi terorisme yang kolot, bagaimana bila tidak dijalankan deradikalisasi," kata dia di Jakarta, Jumat.
Menurut Hamdi, deradikalisasi tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh waktu yang panjang untuk menyadarkan orang-orang yang telanjur radikal. 
"Bahkan, proses pendekatan dan penyadaran itu bisa sangat rumit. Soalnya, biasanya napi terorisme sangat sulit didekati dan diajak bersosialisasi di luar kelompok mereka," katanya.

Menurut Hamdi, proses penyadaran napi terorisme jelas berbeda dengan napi tindak pidana biasa. Dibutuhkan perenungan serta strategi tepat untuk bisa mengajak mereka berkomunikasi.

Napi terorisme pernah punya keyakinan dan terpikat ideologi teroris serta tergiur iming-iming pendirian negara Islam, meski harus ditempuh dengan kekerasan. Mereka juga berpikir bahwa hanya orang yang sepaham dengan mereka yang bisa mengelola negara. 

"Jadi, harus ada pendekatan secara khusus kepada mereka yang harus dimiliki oleh para petugas Lapas," kata Hamdi.
Yang tidak kalah penting, menurut Hamdi, adalah harus ada proses lanjutan untuk mengantar mereka kembali ke masyarakat setelah selesai menjalani hukuman.

Guru Besar Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Prof Bambang Pranowo juga menekankan pentingnya deradikalisasi dalam pencegahan terorisme. Menurutnya, akan sulit menyadarkan napi terorisme yang telanjur kemasukan paham radikal bila tidak dilakukan tahapan demi tahapan deradikalisasi.


"Deradikalisasi itu sangat penting sehingga harus lebih diintensifkan baik di dalam Lapas maupun di luar Lapas karena ini menyangkut pemahaman agama dan ideologi seseorang," katanya.

Menurut dia, para napi terorisme harus diberikan pemahaman tentang agama Islam yang rahmatan lil alamin dan juga jihad yang benar karena sebelumnya mereka selalu mengagung-agungkan jihad, juga mengkafir-kafirkan orang yang tidak sepaham.

"Kalau tidak ada deradikalisasi, mereka pasti akan kembali menjadi teroris bila sudah bebas," kata Bambang.
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2016
BNPT deradikalisasi 204 Napi Terorisme Berdasarkan 4 Level

BNPT deradikalisasi 204 Napi Terorisme Berdasarkan 4 Level

Kepala BNPT Saud Usman Nasution. Foto: MI/M Taufan SP Bustan
Kepala BNPT Saud Usman Nasution. Foto: MI/M Taufan SP Bustan

Metrotvnews.com, Jakarta:
 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengupayakan untuk melakukan deradikalisasi terhadap 204 narapidana terorisme. Narapidana itu terseber di 47 lembaga pemasyarakatan di 13 provinsi.

"Narapidana terorisme menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan (lapas) deradikalisasi di Sentul, dan rencananya dilakukan pemisahan berdasarkan level," kata Kepala BNPT Komjen Pol. Saud Usman Nasution dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang diselenggarakan BNPT di Jakarta, Selasa (23/2/2016) malam.

Saud mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan kategorisasi tingkat radikal narapidana terorisme menjadi dalam empat level.




Narapidana level satu adalah para narapidana terorisme yang tidak bersedia untuk ditemui, tidak mau komunikasi dengan aparat, kukuh pada ideologi, dan menganggap NKRI 'thaghut'. Terdapat 68 narapidana yang masuk dalam kategori tersebut.

Level dua adalah para narapidana terorisme yang bersedia ditemui oleh siapa pun. Namun, masih kukuh dengan prinsip ideologinya. Terdapat 38 narapidana yang masuk dalam kategori tersebut.

Level tiga adalah kategori narapidana terorisme yang bersedia untuk komunikasi, memiliki rasa takut, dan sering dianggap berkhianat oleh kelompoknya. Terdapat 58 narapidana yang masuk dalam kategori tersebut.

Kemudian, narapidana terorisme level empat adalah mereka yang telah berhasil menjalani pembinaan total dan telah mengadopsi pandangan damai, toleran, dan moderat. Terdapat 40 narapidana yang masuk dalam kategori tersebut.

"Nanti akan dipisahkan agar mereka yang sudah bersedia untuk diajak berkomunikasi tidak mendapatkan pengaruh dari mereka yang masih memiliki prinsip yang kukuh sehingga mungkin untuk kembali radikal," kata Saud.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan tempat penahanan narapidana terorisme akan dipisahkan dari narapidana lain, serta akan mendapat perlakuan khusus sebagai upaya deradikalisasi ideologi yang dimilikinya.

Ia menjelaskan bahwa pemisahan narapidana khusus teroris dimaksudkan agar terpidana teroris tidak bisa menyebarkan paham radikalnya kepada narapidana lain untuk melakukan teror di kemudian hari setelah bebas.

Teknisnya, kata Luhut, bisa dengan membuat penjara sendiri khusus terpidana teroris atau dipisahkan dengan cara dibuat ruangan khusus yang diperuntukkan bagi terpidana teroris.


KR
I
Back To Top