-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
Tekanan ekonomi global mereda

Tekanan ekonomi global mereda

Tekanan ekonomi global mereda
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
 Harga minyak sudah di 49 dolar per barrel, dan bisa tembus ke 50 dolar AS per barrel"
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan kondisi ekonomi global akhir Mei 2016 ini mulai membaik, dan membuat tekanan terhadap negara berkembang mereda, termasuk Indonesia.

Menurut Agus di Jakarta, Jumat, membaiknya kondisi ekonomi global tersebut juga dipicu dengan mulai kembali terangkatnya harga minyak dunia yang akan memacu produksi negara-negara produsen, setelah sempat anjlok di awal tahun.

"Harga minyak sudah di 49 dolar per barrel, dan bisa tembus ke 50 dolar AS per barrel," ujarnya.

Mulai pulihnya harga minyak dunia ini, menurutnya, akan mendorong pemulihan ekonomi global akibat lesunya konsumsi yang telah mendera sejak akhir 2015.

Agus juga melihat dinamika kebijakan moneter global ditandai pada beberapa waktu terakhir ini, dengan mulai turunnya ekspektasi pelaku pasar terhadap rencana kenaikan bunga Bank Sentral AS Federal Reserve, Juni mendatang.

Sebelumnya, dalam rapat FOMC 26-27 April 2016 lalu, peserta rapat meyakini bunga The Fed naik bisa Juni 2016. Keyakinan itu sempat menimbulkan gejolak di pasar keuangan, termasuk Indonesia, dengan melemahnya nilai tukar rupiah, hingga ke level Rp13.500.

"Beberapa hari terakhir ini, kembali mereka mengatakan belum tentu akan menaikkan (bunga The Fed). Sehingga betul2 membuat lebih tenang," ujarnya.

Selain itu, ujar Agus, gejolak di pasar keuangan juga menurun, karena kemungkinan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Britain to Exit/Brexit) mengecil. Dengan begitu, tekanan terhadap mata uang poundsterling akan menurun, sehingga transmisi gejolaknya pun mereda ke mata uang lain di pasar keuangan.

"Jadi kondisi seperti itu membuat di dunia lebih tenang. Saya sambut dengan baik karena dampaknya ke Indonesia juga lebih positif," ujar dia.

Pada Jumat ini, menurut Kurs Refrensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor), kurs rupiah menguat ke posisi sebesar Rp13.575 dibanding data kurs sejak Senin (23/5) hinga Kamis (26/5) yang terus bertengger di level Rp13.600.
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2016
IMF: suku bunga negatif untungkan ekonomi global

IMF: suku bunga negatif untungkan ekonomi global

IMF: suku bunga negatif untungkan ekonomi global
IMF (Reuters)

Washington (ANTARA News) - Suku bunga negatif yang ditetapkan oleh bank sentral di Jepang dan Eropa untuk memerangi deflasi, baik untuk ekonomi global, kata Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde, Jumat.

Lagarde mengatakan kepada Bloomberg TV bahwa suku bunga jangka pendek negatif yang tidak lazim, di mana bank-bank komersial membayar bank sentral untuk menahan uang mereka, itu mungkin mendukung pertumbuhan ekonomi lebih kuat.

"Jika kita tidak memiliki suku bunga-suku bunga negatif ini, kita akan berada di tempat yang jauh lebih buruk hari ini, dengan inflasi mungkin lebih rendah dari itu (posisi sekarang), dengan pertumbuhan mungkin lebih rendah daripada yang kita miliki," ia mengatakan.

"Itu adalah hal yang baik untuk benar-benar menerapkan suku bunga negatif mereka dalam situasi saat ini."

Bank Sentral Eropa (ECB), Bank sentral Jepang (BoJ) serta bank sentral Swedia, Denmark dan Swiss telah menerapkan suku bunga negatif pada tahun lalu dalam upaya memacu bank-bank komersial mendorong lebih banyak dana-dana surplus mereka ke dalam perekonomian untuk menghasilkan lebih banyak pengeluaran dan investasi .

Janet Yellen, Ketua Federal Reserve, yang menaikkan suku bunga pada Desember, mengatakan pada Rabu bahwa Fed sedang memantau pengalaman suku bunga negatif di negara-negara lain.

"Saya kira saya akan menilai mereka yang tampaknya memiliki efek bervariasi, Anda tahu, beberapa positif dan beberapa hal negatif," katanya. The Fed, untuk bagiannya sendiri, adalah "pasti tidak aktif mempertimbangkan suku bunga negatif," tambahnya.

(T.A026)
Editor: Unggul Tri Ratomo
COPYRIGHT © ANTARA 2016
BI waspadai tiga risiko ekonomi global

BI waspadai tiga risiko ekonomi global

BI waspadai tiga risiko ekonomi global
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Ketidakpastian tidak hanya bersumber dari risiko yang telah kita identifikasi (known-unknown), tetapi juga dapat berasal dari sesuatu yang belum terpikirkan sebelumnya (unknown-unknown),"
Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia mewaspadai tiga risiko ekonomi global yang perlu diantisipasi dan disikapi, yakni perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, penurunan harga komoditas global dan penurunan aliran masuk modal asing ke negara berkembang.

Gubernur BI Agus Martowardojo menilai, perekonomian global di tahun depan masih akan dihadapkan dengan ketidakpastian yang tinggi, bahkan ada potensi semakin kompleks.

"Ketidakpastian tidak hanya bersumber dari risiko yang telah kita identifikasi (known-unknown), tetapi juga dapat berasal dari sesuatu yang belum terpikirkan sebelumnya (unknown-unknown)," ujar Agus saat "Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2015" di JCC Senayan, Jakarta, Selasa malam.

Terkait dengan prospek pertumbuhan ekonomi global, lanjut Agus, walaupun diproyeksikan akan membaik menjadi 3,5 persen, namun ada risiko proyeksi tersebut dapat menjadi lebih rendah.

Menurut Agus, risiko koreksi akan terjadi apabila pemulihan ekonomi Tiongkok dan negara berkembang lain tidak sesuai harapan. Kekhawatiran tersebut cukup beralasan karena hingga kini geliat ekonomi Tiongkok dirasakan masih belum cukup kuat.

"Proses rebalancing ekonomi Tiongkok dari perekonomian berbasis investasi ke konsumsi akan memakan waktu yang cukup lama sejalan dengan perkembangan demografi yang tengah memasuki aging population. Kondisi ini membawa risiko era pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan yang ditorehkan dalam satu dasawarsa terakhir," kata Agus.
Sementara itu, terkait penurunan harga komoditas diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun depan sejalan dengan berakhirnya super-cycle harga komoditas.

"Perkembangan ini perlu terus kita sikapi, karena dapat semakin menurunkan ekspor Indonesia dan menghambat pemulihan ekonomi apabila kita tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada ekspor berbasis sumber daya alam," ujar Agus.

Sedangkan risiko ketiga ialah terkait dampak global yang dapat ditimbulkan oleh proses normalisasi kebijakan moneter AS, baik dari sisi timing maupun besaran perubahan suku bunga bank sentral AS (Fed Fund Rate).
Ia menuturkan, sejalan dengan proses normalisasi tersebut, pasar keuangan global akan memasuki episode likuiditas dolar AS yang cenderung lebih ketat sehingga menopang penguatan dolar AS (US Dollar Supercycle).

"Kita perlu mewaspadai terjadinya proses rekomposisi modal portofolio oleh para pemodal global yang dapat memutarbalikkan arah aliran modal keluar dari negara berkembang," kata Agus.
Agus menambahkan, selain ketiga risiko tersebut, tentunya Indonesia perlu mencermati berbagai dinamika global lain, termasuk konstelasi kebijakan ekonomi global yang menjurus pada upaya untuk meningkatkan daya saing mata uang (currency war), yang muncul tanpa diduga.

"Pengalaman kita di tahun 2015, risiko seperti saat Tiongkok melakukan kebijakan devaluasi Yuan pada Agustus 2015 yang muncul tiba-tiba tanpa diduga," ujar Agus.
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2015
Back To Top