-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
Emil Salim: tingkat kegagalan Amnesti Pajak rendah

Emil Salim: tingkat kegagalan Amnesti Pajak rendah

Emil Salim: tingkat kegagalan Amnesti Pajak rendah
Emil Salim (ANTARA FOTO/Teresia May)
 Amnesti pajak tingkat kegagalannya tidaklah tinggi, jadi saya kira tidak perlu terlalu khawatir bahwa kebijakan ini akan gagal,"
Jakarta (ANTARA News) - Ekonom senior Emil Salim mengatakan kebijakan Amnesti Pajak yang sedang diberlakukan oleh pemerintah sampai 31 Maret 2017 memiliki tingkat kegagalan yang rendah dalam memenuhi tujuannya meningkatkan penerimaan pajak untuk pembiayaan berbagai program yang telah direncanakan.

"Amnesti pajak tingkat kegagalannya tidaklah tinggi, jadi saya kira tidak perlu terlalu khawatir bahwa kebijakan ini akan gagal," kata Emil ketika ditemui di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) tersebut beranggapan tingkat kegagalan kebijakan amnesti pajak tergolong rendah karena adanya keseriusan pemerintah dalam merumuskan program yang pada akhirnya ditujukan untuk pembangunan tersebut.

"Pokoknya yang terpenting adalah kita berusaha dengan maksud untuk memberlanjutkan proses pembangunan," kata dia.
Emil mengatakan amnesti pajak ditujukan untuk mengatasi kesulitan dana karena kondisi perekonomian global yang merosot padahal pembangunan, terutama sektor infrastruktur, jalan terus.

"Dalam keadaan ekonomi yang harus berjalan terus namun pemasukan negara turun, bagaimana jurang tersebut ditutup? Amnesti pajak adalah maksud untuk menutup jurang itu," kata dia.

Mantan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Indonesia tersebut mengatakan amnesti pajak bukanlah penyelesaian final masalah pembangunan, karena yang pada akhirnya harus membiayai pembagunan tetaplah pajak dari masyarakat.
"Amnesti pajak adalah fase untuk mengatasi masa dimana kita mengalami jurang kekurangan dana. Manfaatnya harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk masyarakat," kata dia.

Sebelumnya, pemerintah telah mencanangkan program amnesti pajak. Pemerintah mengimbau seluruh wajib pajak yang menyimpan dana di luar negeri untuk berpartisipasi pada yang dimulai 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017 tersebut dengan tujuan meningkatkan penerimaan pajak untuk pembangunan.

Kebijakan amnesti pajak diproyeksikan mampu menambah penerimaan pajak hingga Rp165 triliun yang dapat bermanfaat bagi pembiayaan pembangunan.

Selain menambah penerimaan pajak, kebijakan tersebut juga mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan yang ditandai dengan peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi.

Program Amnesti Pajak juga diharapkan mampu mendorong reformasi perpajakan serta perluasan basis data perpajakan.

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Emil Salim nyatakan generasi produktif Indonesia terancam bahaya rokok

Emil Salim nyatakan generasi produktif Indonesia terancam bahaya rokok

Pewarta: 
Emil Salim nyatakan generasi produktif Indonesia terancam bahaya rokok
Emil Salim (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Jakarta (ANTARA News) - Generasi muda Indonesia khususnya yang memiliki usia produktif terancam bahaya rokok, kata pengamat ekonomi Emil Salim.

Puncak usia perokok dini dimulai pada umur 15-19 tahun, dan generasi tersebut nantinya akan menjadi penopang ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia pada tahun 2045 mendatang.

"Generasi produktif harus ditingkatkan kualitas intelektualitas dan kesehatan jasmani rohani untuk membawa Indonesia lepas landas pada 2045. sementara puncak usia perokok dini pada umur 15-19 tahun, untuk laki-laki mencapai 57,3 persen," kata Emil dalam diskusi "Ekonomi Indonesia dalam Bahaya Rokok" di Jakarta, Kamis.

Menurut Emil, Indonesia akan memiliki bonus demografi pada 2045. Jumlah usia produktif pada tahun itu lebih banyak dibandingkan dengan jumlah usia non produktif yang harus ditanggung. Namun, apabila bonus tersebut diselimuti oleh bahaya rokok, maka ekonomi Indonesia juga akan terancam.

Emil menjelaskan, beberapa langkah sudah diambil oleh pemerintah untuk menurunkan jumlah prevalensi perokok di Indonesia melalui Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Dalam aturan tersebut, lanjut Emil, salah satu sasaran pembangunan kesehatan adalah menurunkan prevalensi penduduk usia 18 tahun ke bawah dari 7,2 pada tahun 2013 ke sasaran 5,4 pada 2019 atau penurunan sebesar 25 persen dalam lima tahun.

"Kebijakan Menteri Perindustrian bertentangan dengan kebijakan Presiden yang mau menurunkan prevalensi rokok generasi di bawah 18 tahun," ujar Emil.

Menurut Emil, beberapa keganjilan dalam aturan tersebut antara lain adalah rokok kretek dijadikan sebagai produk warisan budaya bangsa, namun tidak menyinggung dampak negatif dari rokok tersebut.

Pada peta jalan industri rokok pada Kementerian Perindustrian, produksi sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya mengalami kenaikan di bawah satu persen. Pada tahun 2015 tercatat produksi mencapai 77 miliar batang, sementara pada tahun 2020 diproyeksi naik menjadi 77,5 miliar batang.
Sementara untuk sigaret kretek mild (SKM Mild) atau produksi rokok kretek yang menggunakan mesin atau mekanisasi dan tidak menyerap tenaga kerja cukup tinggi, pada tahun 2015 jumlah produksi mencapai 161,8 miliar batang, dan pada 2020 diperkirakan mencapai 306,2 miliar batang.

"Sigaret kretek mild naik hampir 100 persen, dengan kadar nikotin yang mild atau relatif rendah digemari oleh perokok muda," kata Emil.

Emil menambahkan, jika dilihat dari jumlah tenaga kerja pada industri pengolahan tembakau mengalami penurunan sebesar 17 persen, tercatat dari tahun 2008 sebanyak 346.042 jiwa menjadi 281.571 jiwa. Penurunan tersebut akibat dari industri pengolahan tembakau yang padat karya beralih ke sistem mekanisasi mesin dalam berproduksi.

"Jumlah perokok bertambah, akan tetapi jumlah pekerja tidak mengalami pertambahan karena perubahan ke sistem mekanisasi," ujar Emil.

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Kisah bijak Emil Salim di alam bersama satwa

Kisah bijak Emil Salim di alam bersama satwa


Kisah bijak Emil Salim di alam bersama satwa
Emil Salim. (ANTARA/Wildan Anjarbakti )
 "Ayah saya bilang, auman itu artinya datuk menjaga kita." 
Bogor (ANTARA News) - "Pesan saya, selamatkan alam dan satwa ini." Untaian kalimat tersebut disampaikan pakar lingkungan hidup Emil Salim dalam penyerahan hadiah International Animal Photo Competition (IAPC) ke-25 di Taman Safari Indonesia (TSI), Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) yang pernah menjadi Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup itu berulang kali berpesan, agar masyarakat Indonesia menjaga alam dan satwa untuk tetap lestari dan terlindungi habitatnya tanpa dirusak ataupun diganggu oleh manusia.

Pria kelahiran Lahat, Sumatera Barat, pada 8 Juni 1930 itu mengatakan, deretan foto yang dihasilkan dalam lomba yang diselenggarakan TSI tersebut mengartikan banyak hal, salah satunya berkesan manusiawi, yakni foto ibu orang utan yang menggendong anaknya penuh kasih.

Anggota dan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden RI (2007-2014) itu pun mengisahkan tentang petuah ayahnya dari Ranah Minang, yang mengajarkan untuk melihat apa yang bisa dipelajari dari alam dan disajikan Tuhan di hadapan kita.

"Ayah saya berkata, pandangi alam ini apa yang bisa dipelajari. Beliau berkata dalam pepatang Minang Kabau, Alam Ta Kambang Jadi Guru," katanya, sambil mengartikan bahwa "alam yang terkembang adalah guru".
Dikisahkannya, ketika sang ayah bekerja sebagai pejabat di era Pemerintahan Belanda yang saat itu hendak membangun jalan di wilayah Sumatera Selatan.

Warga setempat pun berpesan kepada ayahnya, agar jalur yang dibuat oleh manusia jangan sampai memotong jalan yang dilalui oleh gajah.

Ia mengatakan, jalur yang dilalui oleh gajah itu merupakan jalan untuk mencari makan. Gajah adalah hewan yang sangat menyukai durian. Gajah makan duri durian, bukan isinya. Durian yang sudah dimakan oleh gajah dikeluarkan lagi bersama kotorannya.

"Penduduk setempat pernah mengajak saya untuk mencari tumpukan durian bekas makan gajah. Durian yang sudah tidak berduri itu, begitu dimakan rasanya luar biasa enak. Sama seperti kopi yang dimakan oleh luwak, harganya menjadi sangat mahal," tutur Emil.
Dari gajah, lanjut Emil, "Kita dapat belajar. Seperti pejabat tinggi, apabila memakan durian sudah disuguhkan dengan kondisi terbuka, dan tinggal menikmatinya. Begitu pula peran yang dilakukan gajah kepada manusia, menyediakan durian yang sudah tidak berduri sehingga memudahkan manusia menikmatinya."
Pelajaran berikutnya yang dipetik dari pengalaman hidup Emil adalah ketika bermukim di pedalaman hutan. Ia kerap mendengar suara harimau yang mengaum di sekitar rumahnya. Lalu, sang ayah pun mengingatkannya untuk tidak takut, karena berarti datuk --artinya kakek, dan sebutan orang Minang untuk harimau-- tengah menjaga kita.
"Ayah saya bilang, auman itu artinya datuk menjaga kita. Jadi, ada rasa kasih terhadap harimau," ujar suami Roza Salim, yang dinikahinya pada 1958.

Emil juga mengisahkan, ketika berusia 11 tahun, maka sebagai anak Minang diajarkan silat dan berguru kepada Guru Tora.

Guru yang boleh mengajar adalah guru yang sudah lulus bersilat dengan harimau. Untuk mendapatkan mandat mengajarkan silat, Guru Tora mencari cara untuk melatih kemampuannya. Pelajaran yang diajarkan adalah harimau selalu mencari bukit atau daerah tinggi untuk menyerang dari atas, karena harimau tidak pernah menyerang dari bawah.

Untuk menaklukan harimau, menurut dia, tidak harus menggunakan senjata tajam, pisau atau senjata yang dapat melukainya. Tetapi, Guru Tora, melihat mata harimau, dan gerakan bahunya, ketika ada kilatan di mata dan barunya terangkat, artinya harimau sudah siap untuk menerkam.

"Kalau sudah melihat kilatan itu, segera menunduk karena harimau mulai menyerah. Saat itu juga guru saya mampu mengalahkan harimau karena berhasil menendang kemaluannya. Dan, harimau itu tahu, kalau dia sudah dikalahkan. Mengalahkan harimau tidak perlu menggunakan senjata, cukup belajar dari gerak tubuhnya," tuturnya.
Emil juga menceritakan pelajaran alam lainnya yang kembali diperoleh dari sang ayah, yakni cara bertahan hidup di hutan. Pada zaman Belanda, ia belajar di hutan bersama ayah. Selama di hutan tidak ada makanan yang bisa dibawa. Ayahnya berpesan, harus mencari makanan apa yang ada di hutan.

Pesan ayahnya, ketika mencari makan siang hari kalau ada suara kera, siamang, monyet atau sebangsanya ramai bersahut-sahutan itu adalah petanda gerombolan satwa itu telah selesai makan. Hewan tersebut selalu tinggi di area yang ada makanannya.

"Ketika kita menyusuri lokasi tempat suara kera itu berasal, maka akan tampak tempat mereka selesai makan, tampak bekas-bekas buah yang mereka makan," ujar doktor ekonomi lulusan University of California, Berkeley, Amerika Serikat itu.
Ia menimpali, "Dan, apa yang dimakan oleh satwa kera itu boleh dimakan oleh manusia. Kera mengajarkan manusia, ketika kita lapar ikutilah suara ku, karena setelah aku makan. kalian bisa makan agar kalian bisa bertahan."
Emil menegaskan, satwa yang diciptakan oleh Tuhan ada gunanya untuk manusia, hewan adalah buku untuk manusia, begitu juga dengan alam yang terkembang adalah guru bagi manusia. Isi alam, satwa, manusia, tumbuhan, adalah buku yang mengajarkan manusia agar ia menjadi pandai.

Ia pun menyatakan, "Kalau kamu ke hutan lihat alam, lihat tumbuhan, cari goresan kalimat Ilahi. Alam ciptaan Tuhan, goresan pena Tuhan. Kita berada di alam yang merupakan tulisan Tuhan."
"Seperti kita masuk ke TSI, melihat pohon, satwa-satwa bebas berlarian, ini bukti bahwa mereka hidup. Dan, alam terkembang ini adalah buku agar kita belajar," demikian Emil Salim.
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2015
Emil Salim ke Wantimpres: Katakan Hitam Jika Hitam, Jangan ABS

Emil Salim ke Wantimpres: Katakan Hitam Jika Hitam, Jangan ABS

Mega Putra Ratya - detikNews

Emil Salim ke Wantimpres: Katakan Hitam Jika Hitam, Jangan ABS  
Serah terima tugas Wantimpres (Mega/detikcom) 
 
Jakarta - Mantan Ketua Wantimpres era Presiden SBY, Profesor Emil Salim bercerita tugas dan peran Wantimpres. Salah satunya harus memberikan pertimbangan yang sesuai dengan kondisi sebenarnya.

"Tugas Wantimpres aneh, dia beri pertimbangan, bisa sejalan maupun bertentangan dengan kebijakan Presiden dan kabinetnya," tutur Ketua Wantimpres era Presiden SBY Prof Emil Salim dalam acara sertijab kepada Wantimpres baru di kantornya, Jl Veteran III, Jakpus, Selasa (3/2/2015).

Emil mengatakan Wantimpres harus memaparkan kondisi yang sebenarnya kepada Presiden. Jika memang itu hitam, maka harus dikatakan hitam. Jika putih, maka harus dikatakan putih.

"Kami berharap tulisan hitam bisa jernih di atas papan putih, kami menjadi papan putih itu. Kami berharap ini jadi pertimbangan, sebaiknya diikuti, dengan demikian Presiden punya second opinion dalam kebijakannya," ungkapnya.

Namun begitu, Emil mengakui bahwa budaya pejabat saat ini diliputi dengan eweuh pakeweuh. Maka yang hitam tidak selalu disebut hitam, begitupun sebaliknya.

"Karena saya tidak berbudaya Jawa, dengan gamblang saya katakan hitam, ini adalah putih," tegasnya.

Emil juga menegaskan bahwa Wantimpres tidak pernah memberikan pertimbangan yang hanya membuat Presiden senang, atau disebut Asal Bapak Senang (ABS).

"Kita tidak asal bapak senang," katanya.

Sementara itu, ketua Wantimpres Sri Adingsih mengatakan bahwa apa yang sudah dilakukan oleh Wantimpres sebelumnya akan dilanjutkan oleh Wantimpres saat ini. Sri menyebut Wantimpres sebelumnya sudah memberikan pertimbangan atau rekomendasi sebanyak 254 selama 5 tahun.

"Artinya pertimbangan yang diberikan tidak asal bapak senang. Bukan untuk Presiden senang, kalau dipandang perlu dan baik untuk bangsa ini tetap harus disampaikan. Kita akan lanjutkan tradisi tersebut. Kami berkomitmen melanjutkan. Kita akan bekerja bersama-sama atau perorangan atau memberikan pertimbangan dan nasihat kepada Presiden,"
tuturnya.

(mpr/bar)
Back To Top