-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
Taman Nasional Merapi hijaukan lahan bekas kebakaran

Taman Nasional Merapi hijaukan lahan bekas kebakaran

Taman Nasional Merapi hijaukan lahan bekas kebakaran
Asap kebakaran yang melanda kawasan gunung Merapi terlihat dari Jrakah, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Minggu (1/11/2015). (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)
 Kebakaran hutan Merapi tahun kemarin, selain disebabkan karena faktor cuaca, juga ada indikasi kesengajaan manusia

"Selama program penghijauan kembali pada tahun 2016 ini minimal seratus hektare lahan bekas kebakaran bisa dihijaukan kembali," kata Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Dhany Suryawan, di Sleman, Jumat.

Menurut dia, baik penghijauan maupun antisipasi kebakaran di hutan lereng Gunung Merapi saat ini juga lebih intensif baik dalam standar dan kuantitas peralatan maupun koordinasi dengan berbagai pihak.

"Kerja sama penanganan pascakebakaran dengan banyak pihak, maupun antisipasi secara lebih luas dan rapi menjadi semakin baik," katanya lagi.
Dia mengatakan, kebakaran terjadi selama 2015 merupakan yang terhebat dalam beberapa tahun terakhir.

"Kebakaran hutan Merapi tahun kemarin, selain disebabkan karena faktor cuaca, juga ada indikasi kesengajaan manusia," ujar dia.
Dhany mengatakan, kerugian akibat kebakaran hutan Merapi tersebut juga cukup banyak, mengingat lahan yang terdampak berupa program penghijauan kerja sama dengan pihak Jepang untuk mengembalikan lahan yang terkena erupsi besar Gunung Merapi 2010.

Kepala TNGM Edy Sutiyarto mengatakan program penghijauan di lahan terdampak kebakaran kawasan TNGM memasuki musim kemarau ini mulai dihentikan.

"Penanaman bibit pohon untuk penghijauan sudah tidak boleh, dihentikan sementara karena sudah mulai susah air khawatir bibitnya justru akan mati," katanya pula.
Ia menyebutkan, penanaman lahan terdampak tersebut terutama di daerah Dukun dan Srumbung Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

"Wilayah tersebut yang paling besar terkena dampak kebakaran, yaitu sekitar 305 hektare," kata dia.

Menurut dia, bibit yang ditanam dalam penghijauan tersebut adalah pohon yang mempunyai karakter ketahanan terhadap kebakaran, seperti senu, tesek, elo, tutup, rampelas serta dadap.

"Nanti kalau sudah mulai masuk musim hujan, akan dimulai lagi," katanya pula.
Editor: Fitri Supratiwi
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Gempa tektonik selatan Jawa tidak pengaruhi Merapi

Gempa tektonik selatan Jawa tidak pengaruhi Merapi

Gempa tektonik selatan Jawa tidak pengaruhi Merapi
ilustrasi Suara Dentuman Merapi Gunung Merapi terus mengeluarkan asap sulvatara tipis difoto dari pos pengamatan gunung Merapi Babadan, Dukun, Magelang, Jateng, Kamis (1/5/14). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin) ()
 Bila status Gunung Merapi masih pada level terendah yakni aktif normal, maka tidak akan terpengaruh adanya gempa tektonik di selatan Jawa,"

Yogyakarta (ANTARA News) - Gempa tektonik yang sering terjadi di daerah selatan Pulau Jawa atau Samudera Hindia tidak akan berpengaruh terhadap aktivitas Gunung Merapi di perbatasan Kabupaten Sleman dan Jawa Tengah.

"Bila status Gunung Merapi masih pada level terendah yakni aktif normal, maka tidak akan terpengaruh adanya gempa tektonik di selatan Jawa," kata Staf Ahli Seksi Gunung Merapi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Dewi Sri, Selasa.

Menurut dia, saat Gunung Merapi berstatus aktif normal, tidak akan berpengaruh apa-apa.

"Namun ketika status Gunung Merapi ada peningkatan, maka akan ada efeknya. Yaitu pasokan magma di perut gunung yang keluar, rate-nya lebih tinggi. Suplai magma tambah cepat," katanya.

Ia mencontohkan, seperti yang terjadi pada 2006. Saat Gunung Merapi ada peningkatan status, bersamaan juga terjadi gempa besar yang berpusat di Sesar Opak di Kabupaten Bantul.

"Itu contohnya, baru itu aktivitasnya terpengaruh oleh gempa tektonik," katanya.

Kepala Seksi Observasi Stasiun Geofisika, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Bambang Subagyo mengatakan DIY memang menjadi salah satu daerah yang rawan terjadi gempa.

"Wilayah DIY berada di dekat lempeng Eurasia. Selain itu, ancaman gempa juga di daratan. Sebab, ada lempeng Opak-Oya. Gempa juga belum bisa diprediksi kapan akan terjadi. Tapi tetap terjadi dan mempunyai siklus," katanya.
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Wahli : infrastuktur KRB III Merapi layak dibangun

Wahli : infrastuktur KRB III Merapi layak dibangun

Wahli : infrastuktur KRB III Merapi layak dibangun
ilustrasi Sejumlah warga berada di tengah jembatan gantung Merapi saat diselimuti kabut di lereng Gunung Merapi, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Minggu (12/4/15). (ANTARA FOTO/ Aloysius Jarot Nugroho)

Sleman (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta menilai infrastruktur di Kawasan Rawan Bencana III Gunung Merapi di Kabupaten Sleman yang rusak layak dibangun kembali karena menjadi penunjang perekonomian warga setempat.

Direktur Eksekutif Walhi DIY Halik Sandera, Minggu, mengatakan pemerintah tidak seharusnya membiarkan jalan kerusakan di wilayah yang masuk KRB III Gunung Merapi.

"Infrastruktur di KRB III Merapi layak dibangun. Tidak hanya untuk memfasilitasi masyarakat yang bermukim di sana tapi juga memudahkan akses sumber penghidupan warga setempat," katanya.

Menurut dia, persoalan sosial yang muncul pascaerupsi Gunung Merapi 2010 cukup kompleks, khususnya menyangkut relokasi warga terdampak bencana.
"Terbitnya Peraturan Presiden Nomer 70 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi menimbulkan kesan pemaksaan dalam upaya memindahkan warga yang tinggal di KRB III Gunung Merapi," katanya.

Kerusakan infrastruktur jalan di KRB III Gunung Merapi selama ini terkesan dibiarkan. Padahal, warga sudah berkali-kali melayangkan surat permohonan ke Pemkab Sleman untuk perbaikan namun belum mendapat tanggapan.

Salah satu titik yang sering diusulkan adalah jalur penghubung Dusun Tangkisan, Desa Umbulharjo dan Dusun Kopeng, Desa Kepuharjo. Jalur itu memiliki fungsi penting karena merupakan akses ke sejumlah destinasi wisata seperti sentra kopi Petung, dan museum peringatan erupsi Merapi.

Halik mengatakan dibanding relokasi sebenarnya lebih tepat jika pemerintah menerapkan konsep hidup selaras bersama ancaman bencana. Mengingat sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah rawan bencana.

"Di lain sisi, warga yang bersikeras tetap tinggal di KRB III akhirnya dirugikan karena tidak mendapat fasilitasi. Pemerintah hanya menggunakan kajian kebencanaan, tidak dari aspek budaya. Relokasi bukan satu-satunya solusi utama karena itu sama saja menghilangkan lahan produktif yang selama ini menjadi sumber penghasilan warga," katanya.

Kepala Desa Kepuharjo, Cangkringan, Heri Suprapto mengatakan persoalan kerusakan jalan sudah berlangsung sejak lama. Setiap tahun pihaknya mengirimkan surat ke Pemkab Sleman terkait permohonan perbaikan jalur Tangkisan-Kopeng, bahkan warga berniat membangun secara swadaya.

"Rencana swadaya tersebut diurungkan karena infrastruktur itu merupakan jalan kabupaten sehingga wewenangnya ada di pemerintah daerah," katanya.
Ia mengatakan, kerusakan jalur tersebut sudah sangat parah, hampir semua titik tidak ada lagi kulit pelapis aspal sehingga hanya ada bebatuan, ditambah lagi banyak lubang.

"Kami mengharapkan pemerintah daerah lebih responsif, apalagi keberadaan jalur itu sangat dibutuhkan warga," katanya.
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Ratusan orang mendaki Merapi selama akhir pekan

Ratusan orang mendaki Merapi selama akhir pekan

Ratusan orang mendaki Merapi selama akhir pekan
Pendaki memadati puncak Gunung Merapi untuk melihat kawah dan matahari terbit di Gunung Merapi, Boyolali, Jawa Tengah, Minggu (17/08/14).(ANTARA FOTO/Teresia May)

Boyolali (ANTARA News) - Sekitar 800 orang tercatat melakukan pendakian ke puncak Gunung Merapi melalui pintu pendakian Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, selama libur panjang akhir pekan.

Samsuri (44), petugas jaga retribusi pendakian dari Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM), Senin, mengatakan, jumlah pendaki Merapi selama Jumat (25/3) hingga Minggu (27/3) dua kali lipat lebih banyak dibandingkan akhir pekan sebelumnya yang tercatat hanya sekitar 300 orang.

Orang-orang yang selama akhir pekan mendaki Merapi, menurut dia, berasal dari berbagai daerah seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, dan Solo.

"Para pendaki melakukan pendakian ke Merapi hingga ke Pos III atau kawasan Pasar Bubrah yang memiliki ketinggian sekitar 2.500 meter di atas permukaan laut," katanya serta menambahkan bahwa di kawasan itu para pendaki bisa menikmati pemandangan saat matahari terbit. 

Ia menuturkan para pendaki biasanya mendirikan tenda dan bermalam di kawasan Pos II, dan menjelang pagi mereka berjalan menuju Pasar Bubrah untuk menunggu matahari terbit.

Samsuri, yang juga anggota SAR Barameru Selo, mengatakan cuaca selama libur akhir pekan mendukung untuk pendakian.

Namun dia mengimbau para pendaki tetap berhati-hati dan mendaftarkan identitas mereka petugas lebih mudah mengontrol.

Para pendaki yang ingin mendaki Merapi dikenai biaya retribusi Rp16.000 per orang pada hari kerja dan Rp18.500 per orang saat liburan.

Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Jenis anggrek kawasan Merapi bertambah

Jenis anggrek kawasan Merapi bertambah

Jenis anggrek kawasan Merapi bertambah
Gunung Merapi yang tampak mengeluarkan asap solfatara di Kinahrejo, Sleman, Yogyakarta, Kamis (20/12). (ANTARA/Sigid Kurniawan)

Pengendali Ekosistem Hutan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Widya Kridaningsih, Kamis, mengatakan berdasarkan hasil survei yang dilakukan setelah erupsi Merapi 2010 dan tahun 2015 jenis anggrek di kawasan nasional yang sebelumnya tercatat ada 51 bertambah menjadi 65 jenis.

Namun jumlah itu masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah jenis anggrek di kawasan taman nasional sebelum Merapi meletus tahun 2010, yang tercatat 97 jenis menurut pengelola TNGM.

"Pada 2016 ini akan kami survei, semoga bertambah," katanya serta menambahkan, anggrek-anggrek jenis baru ditemukan di daerah tebing-tebing sungai di kawasan taman nasional tahun ini.

Pengelola TNGM menyatakan kesulitan mengidentifikasi jenis-jenis anggrek yang hidup di kawasan lereng Gunung Merapi karena medannya cukup curam.

"Lokasi tumbuhnya anggrek berada pada medan yang curam, terutama di lahan bekas terkena erupsi Gunung Merapi 2010," katanya. 

Anggrek, ia melanjutkan, banyak tumbuh di lereng sebelah selatan, di wilayah Kecamatan Cangkringan yang berada di tempat tinggi.

Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Back To Top