-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
Pakar: potensi konflik pascapilkada serentak perlu diwaspadai

Pakar: potensi konflik pascapilkada serentak perlu diwaspadai


Yogyakarta (ANTARA News) - Potensi konflik dan kekerasan pascapelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak 2015 perlu diwaspadai, kata pakar hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Jawahir Thontowi.

"Pemerintah, penyelenggara pilkada, dan aparat kepolisian diharapkan memiliki tingkat kewaspadaan tinggi untuk mencegah terjadinya bentrokan pascapelaksanaan pilkada serentak," katanya di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, pilkada serentak yang akan dilaksanakan di 263 provinsi, kota, dan kabupaten seluruh Indonesia pada 9 Desember 2015 itu merupakan hal baru karena sebelumnya diadakan secara terpisah menurut daerah setempat.

Meskipun memunculkan optimisme untuk semakin meningkatkan kematangan demokrasi di Indonesia, kata dia, potensi konflik dan kekerasan perlu diwaspadai oleh penyelenggara pilkada dan aparat kepolisian.

"Hal itu penting agar gelaran pilkada serentak berjalan dengan tertib, demokratis, dan mampu memunculkan sosok pemimpin yang berkualitas," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu.

Ia mengatakan potensi kekerasan dapat muncul manakala terjadi ketidakpuasan salah satu calon terhadap hasil pilkada. Calon tersebut dapat menggerakkan massa pendukungnya untuk melampiaskan kekecewaan atas hasil pilkada yang tidak sesuai dengan harapan kelompoknya.

"Faktor lain mengapa potensi kekerasan semakin rawan adalah pilkada serentak ini mempertemukan para calon yang secara background berasal dari keluarga, suku, ras atau agama yang sama dan berbeda dalam satu persaingan politik yang sengit," katanya.

Menurut dia, ikatan-ikatan primordial semacam itu masih sangat kuat pengaruhnya di daerah. Hal itu rawan menimbulkan gesekan antarkelompok suku, agama maupun ras yang dilatarbelakangi oleh persaingan politik.

"Secara khusus, kawasan Indonesia timur perlu mendapat perhatian karena secara historis kawasan ini memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap isu ras, suku, dan agama yang dilatarbelakangi oleh kepentingan politik elit setempat," katanya.

Ia mengatakan strategi agar pelaksanaan pilkada serentak tetap sesuai koridor hukum yang berlaku diantaranya selalu melibatkan elit lokal, tokoh masyarakat, dan agamawan untuk bersama-sama menjaga gelaran pilkada yang kondusif dan tanpa kekerasan.

"Apabila ada sengketa, hendaknya selalu mengedepankan proses musyawarah mufakat sebagai basis penyelesaian sengketa. Jika tidak berhasil, sengketa dapat dibawa ke badan penyelesaian sengketa pilkada yang ada di tingkat pusat," katanya.

Menurut Jawahir yang juga Direktur Center for Local Law Development Studies (CLDS), jika terjadi pelanggaran pilkada dapat diselesaikan oleh pengadilan pidana.

"Dengan mekanisme itu, potensi konflik dan kekerasan pilkada serentak dapat ditekan seminimal mungkin sehingga menghasilkan proses demokrasi yang lebih baik," katanya.
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2015
Semua tahapan Pilkada miliki potensi konflik

Semua tahapan Pilkada miliki potensi konflik


Semua tahapan Pilkada miliki potensi konflik
   
.. berpesan, KPU akan selalu bertindak independen dan transparan tanpa ada kepentingan untuk menguntungkan atau merugikan salah satu pihak...
Jakarta (ANTARA News) - Komisioner KPU, Arief Budiman, mengatakan, semua implementasi tahapan Pilkada serentak memiliki potensinya masing-masing dalam memunculkan konflik.

"Semua tahapan pemilu memiliki potensi konflik, cuma ada yang kecil dan luas, yang punya kemampuan mengganggu pemangku kepentingan," katanya, di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, tahapan Pilkada yang paling luas dapat memunculkan potensi konflik adalah pencalonan, mulai dari pendaftaran hingga penetapan pasangan calon, karena dalam masa tersebut konflik menjadi aktual.

Pada awal pendaftaran pasangan calon beberapa waktu lalu, KPU sempat menghadapi permasalahan teknis karena dalam UU Nomor 8/2015 tentang Pilkada tidak mengatur mengenai pencalonan bagi partai dengan dualisme pengurus.

Potensi konflik pada tahapan penetapan juga dapat terjadi karena KPU dapat dianggap sebagai penyelenggara yang tidak adil apabila tidak meloloskan pasangan calon dalam tahapan penetapan tersebut.

"Penetapan pasangan calon bisa saja menimbulkan efek yang lebih besar. Sebanyak 97 persen pasangan calon ditetapkan pada 24 Agustus 2015 dan pada sisanya pada 30 Agustus 2015," kata Budiman.

Sedangkan potensi konflik pada masa kampanye dapat terjadi apabila di daerah muncul perlakuan yang tidak adil bagi peserta pemilu.

"Biasanya pertentangan terjadi antara petahana dan bukan petahana. Bagi kami kampanye selalu dibicarakan terbuka dengan peserta pemilu, tapi tetap masih ada kecurigaan," kata dia..

Dia berpesan, KPU akan selalu bertindak independen dan transparan tanpa ada kepentingan untuk menguntungkan atau merugikan salah satu pihak.
Editor: Ade Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2015
Back To Top