-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
Temuan BPK terkait pembelian RS Sumber Waras

Temuan BPK terkait pembelian RS Sumber Waras

Temuan BPK terkait pembelian RS Sumber Waras
(ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang lebih dikenal dengan sebutan Ahok belum lama ini secara terang-terangan menyudutkan salah satu lembaga negara, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan mengatakan bahwa hasil audit BPK mengenai pembelian Rumah Sakit (RS) Sumber Waras "ngaco". 

Menanggapi pernyataan Gubernur DKI seperti itu, BPK tentu melakukan pembelaan diri. Di sisi lain para praktisi yang berprofesi sebagai auditor serta praktisi bidang Good Corporate Governance (GCG) merasa kecewa terhadap pernyataan tersebut, karena auditor merupakan profesi yang memiliki standar khusus serta mempunyai organisasi profesi internal yang relatif solid.

Auditor negara seperti BPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), auditor BUMN dan auditor swasta tergabung dalam berbagai asosiasi internal seperti Institut Internal Audit (IIA) Indonesia dan Asosiasi Auditor Perbankan, bahkan khusus untuk auditor inspektorat tergabung dalam Asosiasi Auditor Pemerintah Indonesia (AAPI).

BPK itu sendiri adalah lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003.

BPK memiliki dasar hukum serta peraturan yang menjadi acuan utama dalam setiap proses audit yang dilakukannya, seperti Undang-undang No. 17 tentang Keuangan Negara, Undang-ndang No. 15 tentang BPK, Peraturan BPK No. 01 tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara serta dilengkapi dengan Peraturan BPK No. 2 tahun 2007 tentang Kode Etik BPK.

Terkait proses audit, lembaga negara tersebut tidak melakukannya secara sembarangan. Proses audit harus sesuai dengan peraturan BPK mengenai Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar tersebut disusun pada 2007 ketika lembaga tersebut diketuai oleh Prof Dr Anwar Nasution. Ketika itu satu tim yang terdiri dari 20 auditor profesional menyusun Pedoman Pemeriksaaan Keuangan yang kemudian menjadi acuan BPK.

Standar Pemeriksaan setebal 131 halaman tersebut berisi mengenai standar umum dan prinsip-prinsip pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan kinerja, pelaksanaan pemeriksaan keuangan, pelaksanaan pemeriksaaan tujuan tertentu, dan standar pelaporan.

Dengan adanya berbagai peraturan dan standar pemeriksaan keuangan negara tersebut, seluruh auditor BPK memiliki referensi dan pegangan yang kuat dalam mendukung pelaksanaan pekerjaan audit yang dilakukannya. Di samping itu supervisi dari internal BPK sendiri terhadap tim auditnya juga selalu dilakukan, baik dari aspek kualitas laporan maupun aspek pelaksanaan audit, sehingga hasil laporan audit yang disusun benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara profesional.

Para auditor BPK juga harus taat pada kode etik. Jika terdapat pelanggaran dari auditor BPK, maka masyarakat atau obJek audit dapat melaporkannya ke Dewan Kode Etik BPK yang terdiri dari pihak eksternal dan internal lembaga negara tersebut.

Keahlian para auditor BPK itu sendiri telah mendapat pengakuan dunia, dibuktikan dengan dimenangkannya kontrak audit Badan Energi Atom Dunia atau The International Atomic Energy Agency (IAEA) yang berbasis di Swedia.

Disamping itu, BPK dipercaya oleh "International Organisation of Supreme Audit Institutions" (INTOSAI) sebagai organisasi utama BPK dari seluruh dunia untuk menjadi Ketua dari Working Group untuk Environmental Auditing.

Kepercayaan internasional tersebut muncul tidak lain karena BPK memiliki kualitas dan rekam jejak yang relatif panjang dalam melakukan proses audit di sebuah negara yang besar seperti Indonesia. Disamping itu interaksi dengan berbagai lembaga internasional membuat kualitas dan kompetensi auditor BPK semakin berkembang serta dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada di bidang yang relevan.

Terkait audit terhadap pembelian Rumah Sakit (RS) Sumber Waras, audit tersebut merupakan permintaan dari KPK untuk melakukan audit investigasi atas laporan publik terhadap proses pembelian RS tersebut.

Informasi dari media massa menyebutkan adanya enam temuan penting dari hasil audit BPK itu, namun dari enam temuan tersebut terdapat satu temuan yang mengindikasikan adanya kerugian keuangan daerah yaitu adanya kerugian keuangan daerah sebesar Rp 191.334.550.000 (dari selisih harga beli antara Pemprov DKI dengan PT CKU) atau Rp484.617.100.000 (dari selisih harga beli dengan nilai aset setelah dibeli karena perbedaan NJOP).

Saat beli dari pihak Sumber Waras, Pemprov DKI menggunakan NJOP di Jl Kiai Tapa dengan harga Rp20.755.000 per m2, tapi faktanya lokasi tanah berada di JlTomang Utara yang harga NJOP-nya Rp Rp 7,44 juta per m2.

Temuan inilah yang menjadi polemik dan kisruh antara Pemda DKI yang terus membantah hasil temuan tersebut dengan BPK yang juga memiliki dasar kuat atas hasil laporan auditnya. Temuan audit tentunya berdasarkan penelaahan atas bukti-bukti yang telah melalui proses panjang sesuai Standar Pemeriksaan Keuangan BPK No 01.

Dalam standar itu disebutkan bahwa bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar yang memadai bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa.Pemeriksa harus menilai kualitas dan kuantitas bukti yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pemeriksaan. Dengan demikian pemeriksa harus melakukan pengujian bukti dan mengembangkan temuan pemeriksaan.

Standar inilah yang menjadi acuan para pemeriksa BPK, disamping juga "best practice" dalam internal audit. Dengan demikian, proses audit BPK dan Sumber Waras jelas melalui mekanisme dan mengikuti standar yang telah dimiliki oleh BPK.

Tetapi proses audit Sumber Waras berbeda dengan audit pada umumnya, karena murni merupakan audit investigasi atau audit dengan tujuan tertentu yang memiliki kerahasiaan sesuai peraturan. Audit investigasi (sebagaimana yang dimintakan KPK) sendiri dilakukan mengingat telah adanya indikasi yang kuat terkait tindakan kecurangan dan pelanggaran terhadap perundang-undangan. KPK sebagai lembaga yang meminta audit investigasi juga tidak sembarangan dalam menetapkan suatu laporan untuk ditindaklanjuti dengan audit investigatif.

Saat ini, sesuai dengan mekanisme, hasil audit BPK mengenai Sumber Waras sedang ditindaklanjuti oleh KPK. Kita dukung dan tunggu hasil dari penyelidikan kasus tersebyut di KPK.

Pertanyaannya kemudian, BPK dengan segudang prestasi dan kepercayaan dari dalam dan luar negeri, apakah mungkin hasil auditnya "ngaco"? Sebagai konsultan audit dan manajemen risiko, saya rasa kemungkinannya kecil. Kalau keliru atau ada yang salah bisa saja terjadi, faktor "human eror" bisa saja ada, tetapi kalau "ngaco" jelas berlebihan, apalagi diucapkan oleh seorang gubernur. Ucapan tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi hubungan obJek audit dengan BPK serta komunikasi antar lembaga negara lainnya.

Sebagai lembaga negara yang memegang peranan penting dalam pengendalian risiko korupsi dan peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara, sudah sepantasnya pejabat publik mengapresiasi kinerja BPK, bersinergi, dan memberikan masukan konstruktif jika masih ada kelemahan.

Pejabat publik terutama para gubernur dan pimpinan lembaga negara sudah sepantasnya menjaga wibawa BPK serta memberikan rasa hormatnya kepada lembaga tersebut mengingat tugas dan peran BPK sebagai "Head Country Audit" satu-satunya di negara ini dengan misi mulia menjaga dan menjadi benteng kebocoran keuangan negara.

Beberapa masukan untuk perbaikan mungkin perlu dipertimbangkan oleh BPK, seperti memperbaiki standar pemeriksaan BPK sesuai "best practice", misalnya dengan menambah metode "risk based audit" agar proses audit lebih efektif dan efisien serta menambah panduan audit berbasis teknologi informasi, selain membentuk Dewan Pengawas BPK yang terdiri dari kalangan profesional, akademisi, tokoh nasional, dan tokoh ormas yang memiliki wibawa dan integritas.

*Penulis adalah Konsultan senior Good Corporate Governance (GCG) & Audit di Centria Integrity Advisory. Konsultan Audit Bank BJB Tbk, Bank Jatim Tbk, dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Konsultan Manajemen Risiko Perusahaan Gas Negara Tbk, Perum Jamkrindo, dan Ciputra Development Tbk. Trainer Manajemen Mutu Kementerian Perindustrian dan anggota Instiute Internal Audit (IIA) Indonesia serta Ketua Bidang Ekonomi dan Energi Pengurus Besar Ormas Mathlaul Anwar. 
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Desain RS Sumber Waras sudah ada, kata Ahok

Desain RS Sumber Waras sudah ada, kata Ahok

Desain RS Sumber Waras sudah ada, kata Ahok
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang akrab dipanggil Ahok mengungkapkan desain bangunan Rumah Sakit Kanker Sumber Waras sudah ada.

"Tinggal bangun aja, mau pakai kewajiban pengembang atau gunakan APBD. Tapi kalau menggunakan APBD tidak mungkin karena pembangunannya 2,5 tahun tidak boleh menggunakan tahun jamak," kata Ahok di Jakarta, Kamis.

Ahok mengatakan, karena masa jabatannya sebagai Gubernur DKI berakhir pada Oktober 2017, maka pembangunan rumah sakit itu tidak boleh menggunakan anggaran tahun jamak.

"Kita cari swasta karena bangunannya mahal hampir Rp1 triliun ada 1.000 ranjang dan apartemennya di lahan 3,6 hektare," kata Ahok.


Ahok menegaskan, status lahan RS Sumber Waras yang saat ini ramai diributkan adalah tidak bermasalah karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menyatakan lahan ini sah.

"Tidak ada masalah. Yang menentukan BPN, kalau mau beli tanah sah atau enggak. Kalau tidak terima sahnya silakan bisa gugat ke pengadilan kalau 40 hari tidak ada bukti dianggap tidak ada," kata Ahok.


Dan Ahok menantang siapa pun yang berani mengugat lahan untuk RS Kanker Sumber Waras. Dan silakan gugat BPN dan Kementerian Keuangan karena kedua lembaga ini yang menentukan zonasinya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan dan keterangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam penyelidikan pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektar.


Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Ahok tanggapi pembayaran RS Sumber Waras tunai

Ahok tanggapi pembayaran RS Sumber Waras tunai



Ahok tanggapi pembayaran RS Sumber Waras tunaiDokumentasi Gubernur DKI Jakarta, Basuki Purnama, menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4). Pria yang akrab disapa Ahok tersebut dipanggil KPK untuk dimintai keterangan terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan RS Sumber Waras. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama enggan berpolemik tentang pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras namun menanggapi pernyataan yang menyebutkan pembayaran dilakukan secara tunai.

"Aku kasih petunjuk begini, nggak ada bank mana pun di Indonesia yang bisa sediakan Rp 700 miliar kontan,” kata dia di Balai Kota, Senin (18/4).
Permintaan uang tunai dalam jumlah besar, lanjut Ahok, dapat diajukan ke Bank Indonesia.

Penghitungan uang sebesar sekitar 700an miliar rupiah menurut Ahok akan memakan waktu hingga 14 hari, walaupun dihitung dengan mesin.

Selain itu, uang sebanyak itu berbobot berat.

Ia enggan menjawab pertanyaan lebih lanjut mengenai Sumber Waras dan menyarankan informasi dapat dibaca di pemberitaan sebelumnya.

"Semua sudah jelas, jadi nggak usah ngomong itu lagi, ya," katanya.
Editor: Ade Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2016
KPK tak terpancing desakan kasus RS Sumber Waras

KPK tak terpancing desakan kasus RS Sumber Waras

Pewarta: 
aras di Jakarta pada foto (6/11/2015)(ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan tidak akan terpancing dengan desakan untuk menaikkan status pengusutan pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektare.

"Pada prinsipnya KPK akan terus menggali penyelidikan, kami tidak akan terpancing desakan pihak mana pun dalam perkara Sumber Waras dan hanya berdasarkan alat bukti yang akan didapatkan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam diskusi di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Sampai saat ini laporan korupsi RS Sumber Waras masih dalam tahap penyelidikan dengan memanggil lebih dari 33 orang untuk dilakukan permintaan keterangan. 
"Penyelidikan masih terus berjalan, kami memanggil hari ini dari Yayasan Sumber Waras," ujar Alex tanpa merinci orang yang dimintai keterangan itu.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014 yang menyatakan pembelian tanah RS Sumber Waras berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp191,3 miliar, karena harga pembelian Pemprov DKI terlalu mahal.

BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp564,3 miliar. 

CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu, karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.

Dalam LHP, BPK antara lain merekomendasikan agar pemprov menagih tunggakan pajak bumi dan bangunan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selama 10 tahun sejak 1994-2014 senilai lebih dari Rp3 miliar.

Selain itu, BPK juga merekomendasikan Gubernur DKI Jakarta agar memberikan sanksi kepada Tim Pembelian Tanah yang dinilai tidak cermat dan tidak teliti memeriksa lokasi tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah.

"Audit BPK kan berdasar permintaan KPK, audit BPK hanya salah satu alat bukti dan indikasi kerugian keuangan negara yang akan didalami apa saja yang menjadi kesimpulan kerugian negara, ada alasan-alasan yang akan kami gali melalui keterangan saksi," ujar Alex. 


Menurut Alex, terdapat perubahan aturan dalam pembelian tanah.

"Awalnya pengadaan tanah di atas 1 hektare dibentuk panitia ternyata dalam Perppres baru 2014 syaratnya dinaikkan menjadi 5 hektare baru dibentuk panitia, ada perbedaan peraturan di BPK hal-hal itu yang akan dikaji," kata Alex pula.

Namun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai bahwa pemprov setempat membeli lahan di Jalan Kyai Tapa 1 Grogol Jakarta Barat itu karena nilai jual objek pajak pada 2014 sebesar Rp20,7 juta per meter persegi.

Karena itu, menurutnya, Pemprov DKI Jakarta diuntungkan mengingat pemilik lahan menjual dengan harga sesuai NJOP sehingga total harganya Rp755,6 miliar, sedangkan sesuai harga pasar nilainya lebih tinggi.
Editor: Aditia Maruli
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Back To Top