-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
Legislator: RUU Perbankan tunggu regulasi JPSK rampung

Legislator: RUU Perbankan tunggu regulasi JPSK rampung


Legislator: RUU Perbankan tunggu regulasi JPSK rampung
Muhammad Misbakhun (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Kita akan selesaikan RUU perbankan setelah jpsk yang saat ini dalam pembahasan tahap akhir dan pada 2016 akan kita selesaikan,"
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Muhammad Misbakhun mengatakan penyelesaian Rancangan Undang-Undang Perbankan menunggu regulasi mengenai Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) rampung.

"Kita akan selesaikan RUU perbankan setelah jpsk yang saat ini dalam pembahasan tahap akhir dan pada 2016 akan kita selesaikan," kata Misbakhun di Jakarta, Selasa.

Rancangan Undang-Undang Perbankan tersebut akan merevisi Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Dalam RUU tersebut akan diatur pertama tentang kepemilikan saham pada unit usaha bank akan diatur dan dibatasi maksimum 20 persen baik itu oleh kepemilikan pengusaha nasional ataupun asing.

Kedua, cakupan aset bank asing dan bank-bank yang dimiliki oleh asing dibatasi maksimum 30 persen dari total aset industri perbankan nasional.

"Ini untuk menghindari dikuasainya aset penting nasional oleh bank asing, ataupun bank nasional tapi dikuasai asing," ujarnya.

Selain itu, kata dia, kantor cabang bank asing di Indonesia juga harus menjadi badan usaha yang berbadan hukum Indonesia.

Ketiga, bank hanya boleh memiliki dua anak perusahaan di industri jasa keuangan nasional. Hal ini, kata dia, untuk mengendalikan risiko bagi induk usaha jika terjadi gangguan pada industri keuangan.

Terkait dengan pengurangan atau divestasi aset atau saham asing dalam RUU yang memang diusulkan oleh fraksinya yaitu Golkar, Misbakhun mengatakan maksimal waktu yang diberikan adalah tiga tahun.

"Penyerapannya kita sedang siapkan juga apakah harus tidak terkait, terus asing boleh apa tidak. Namun jika diatur secara 20 persen kita sudah tidak melihat apa pemilik asing atau nasional, yang kita lihat kepemilikan itu harus jelas dan kemudian tidak melebihi di masing-masing entitas itu," kata dia.

Dalam RUU itu juga, kata Misbakhun, akan ada aturan modal dasar yang dimiliki berdasarkan jenis bank yaitu untuk bank umum sebesar Rp5 triliun dan bank devisa Rp10 triliun.

"Kita harapkan dengan aturan tersebut, jumlah bank yang saat ini berjumlah 118 bank akan dapat berkurang secara berangsur menjadi 20 bank," katanya menambahkan.

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2015
Komisi XI DPR Targetkan RUU Perbankan Selesai Agustus Mendatang

Komisi XI DPR Targetkan RUU Perbankan Selesai Agustus Mendatang

Saturday, 02 May 2015, 07:16 WIB
Komentar : 0
Rapat paripurna DPR
Rapat paripurna DPR

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Komisi XI DPR RI menargetkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perbankan dan Bank Indonesia akan selesai pada Agustus mendatang.
Komisi XI berkeinginan pembahasan RUU itu selesai sebelum pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir Desember 2015.

"Sejauh ini, Komisi XI masih solid dalam mengawal kepentingan nasional yang lebih besar. Kami berharap pembahasan RUU Perbankan dan BI tersebut rampung pada bulan Agustus 2015," kata Anggota Komisi XI DPR RI Willgo Zainar.

Salah satu perdebatan yang relatif cukup menarik di dalam pembahasan RUU tersebut, kata dia, adalah terkait dengan batasan tentang kepemilikan saham asing dan kantor cabang bank asing.

Pihaknya menginginkan penyertaan modal asing tidak boleh mayoritas, idealnya kurang dari 50 persen. Selain itu, kantor cabang bank asing harus berbadan hukum Indonesia dan kantor cabang di tingkat provinsi saja.

"Jangan hanya Indonesia saja memberikan kemudahan kepada mereka membuka kantor cabang, sementara mereka persulit. Ini tidak Adil. Kalau hubungan tidak adil, rentan untuk tidak bisa diberlakukan kesepakatan MEA yang sudah dibangun. Bisa jadi bubar kalau satu pihak untung dan merugikan pihak lain," jelasnya.

Ia melanjutkan, Komisi XI tidak ingin Indonseia dijadikan pasar oleh anggota MEA, baik itu pasar keuangan, barang, maupun jasanya. Oleh sebab itu, pihaknya harus perkuat peraturan dan perundang-undangannya sebelum MEA itu berlaku akhir Desember 2015.

"Kami juga berharap semua anggota MEA meberlakukan hal yang sama di negaranya terhadap aturan itu," kata politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini.

Secara sederhana, menurut Willgo, MEA adalah liberalisasi arus modal, barang dan jasa dari dan untuk negara-negara Asia. Pada posisi Indonesia saat ini, lanjut dia, secara jujur harus diakui bahwa Indonesia belum siap untuk berkompetisi di dalam negeri sendiri dengan negara asing yang akan masuk, baik itu dari sisi modal, barang, maupun jasanya.

"Apalagi, untuk berkompetisi di negara asing anggota MEA, terasa berat," tandasnya.

Redaktur : Bayu Hermawan
Sumber : Antara
Back To Top