-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
Sosiolog: pemerintah harus tegas tangani bisnis prostitusi

Sosiolog: pemerintah harus tegas tangani bisnis prostitusi

Sosiolog: pemerintah harus tegas tangani bisnis prostitusi
Ilustrasi: kampanye Stop Prostitusi Online (ANTARA FOTO/Maulana Surya)

Jakarta (ANTARA News) - Sosiolog Universitas Indonesia Jakarta Devie Rahmawati menekankan bahwa pemerintah harus bersikap tegas dengan berbagai tantangan keras pelaku bisnis gelap yang ingin terus mempertahankan prostitusi.

"Jangan biarkan ada negara di dalam negara. Namun, apa pun pilihan kebijakan pemerintah terhadap prostitusi, seluruh warga negara termasuk para pelaku prostitusi harus dijamin hak-haknya sebagai manusia," kata Devie dihubungi di Jakarta, Senin.
Devie mengatakan, adanya para "pengusaha gelap" di bidang bisnis seks komersial juga terjadi di negara-negara lain, terutama yang memilih untuk tidak melegalkan prostitusi.

Karena pasokan pekerja seks komersial (PSK) yang sulit, mereka kemudian memainkan harga menjadi tinggi untuk mengambil keuntungan, sementara di sisi lain juga memicu suburnya praktik korupsi oleh aparat yang melindungi mereka.

"Pilihan kebijakan Indonesia terkait dengan prostitusi sangat bergantung pada kajian komprehensif pemerintah. Namun, pengalaman negara-negara lain bisa menjadi contoh," tuturnya.

Menurut Devie, Swedia adalah salah satu contoh negara yang berhasil menurunkan angka pelaku seks komersial. Negara tersebut melegalkan prostitusi tetapi memilih mengurangi permintaan dengan memberlakukan hukuman denda yang ketat terhadap para konsumen prostitusi.

"Kita dapat memodifikasi model kebijakan di Swedia dengan tidak melegalkan, tetapi membuat aturan tentang pengenaan denda yang sangat tinggi dan hukuman badan bagi seseorang yang tertangkap menggunakan jasa prostitusi," ucapnya.
Devie mengatakan, 196 negara di dunia terbelah terkait penanganan prostitusi. Sebanyak 77 negara memilih melegalkan, sedangkan sisanya memberlakukan sistem yang sangat ketat terhadap praktik lokalisasi.

Indonesia bersama Thailand, termasuk yang tidak melegalkan secara hukum. Namun, pada tataran praktik kemasyarakatan, bisnis prostitusi tersedia untuk melayani publik.
Editor: Suryanto
Sosiolog: Isu konservasi air perlu terus dimunculkan

Sosiolog: Isu konservasi air perlu terus dimunculkan

 Bagaimana konservasi air ini bisa menjadi isu publik secara meluas, sebab hingga saat ini air belum banyak dianggap sebagai isu yang menarik,"

"Bagaimana konservasi air ini bisa menjadi isu publik secara meluas, sebab hingga saat ini air belum banyak dianggap sebagai isu yang menarik," kata Arie dalam diskusi bertajuk "Komersialisasi Air dan Hak Rakyat atas Air" di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, isu mengenai konservasi sumber daya air masih kerap dinomorduakan. Padahal, persediaan air masyarakat saat ini tengah menghadapi ancaman serius karena maraknya upaya privatisasi air oleh perusahaan air minum swasta, serta banyaknya pembangunan hotel yang menyedot sumber air tanah untuk kebutuhan masyarakat di sekitarnya.

"Bahkan di setiap momentum kampanye Pilkada, pembicaraan soal air belum dianggap seksi oleh setiap calon kepala daerah," kata dia.
Praktik eksploitasi sumber daya air yang marak dilakukan akhir-akhir ini, menurut dia, bukan hanya menyebabkan kerentanan persoalan lingkungan, kesehatan, serta lingkungan, namun juga dapat menjadi pemicu konflik horizontal antar masyarakat.

Direktur Amarta Institute for Water Literacy Nila Ardhianie mengatakan berdasarkan data penelitian yang telah dilakukan lembaganya selama 2015, insdustri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia, 76 persen di antaranya telah dikuasai oleh perusahaan luar negeri, sedangkan 24 persen adalah perusahaan nasional.

Sementara itu, menurut dia, di sisi lain peran layanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) juga belum optimal, sebab sampai saat ini masih banyak wilayah rawan air yang sulit terjangkau pipa PDAM.

"Akses air perpipaan PDAM masih minim, paling bagus hanya mencapai 55 persen," kata Nila merujuk hasil penelitiannya.

Menurut dia, bagi perusahaan swasta dari luar negeri, bisnis air kemasan di Indonesia masih cukup menarik mengingat jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar. Apalagi, bisnis tersebut memiliki potensi keuntungan yang besar dengan biaya atau modal yang cukup rendah.

"Semua perusahaan air paham mengenai potensi bisnis di Indonesia," kata dia.
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Sosiolog: perlu dialog cegah konflik antarkelompok agama

Sosiolog: perlu dialog cegah konflik antarkelompok agama

Sosiolog: perlu dialog cegah konflik antarkelompok agama
Peringatan Hari Toleransi Internasional di kawasan Patung Kuda, Jakarta. (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)
 

"Potensi konflik di akar rumput masyarakat belakangan ini memiliki kecenderungan dipicu propaganda kebencian antarkelompok agama," kata Najib di Yogyakarta, Rabu.

Potensi konflik antarkelompok atau aliran agama, dinilainya masih menjadi kecenderungan paling dominan selain potensi konflik yang dipicu beberapa faktor lainya.

Ia menilai, konflik antaragama atau antarkelompok agama yang selama ini terjadi tidak sepenuhnya murni dipicu oleh persoalan agama. Kepentingan politik, serta ekonomi, menurut dia, tidak jarang menjadi penyebab konflik yang mengatasnamakan agama.

Sementara itu, menurut dia, forum- forum dialog pemerintah yang selalu terselenggara secara formal dengan mendatangkan tokoh-tokoh agama selama ini belum efektif membendung penyebaran kebencian antarkeompok agama.

"Dialog lebih efektif jika dilakukan secara informal dan lebih intim, dibanding dialog yang bersifat seremonial saja," ujarnya.

Dialog itu, kata Najib, dapat dilakukan dengan mendatangi langsung komunitas-komunitas kemasyarakatan yang ada di pedesaan.

Tanpa dialog yang terselenggara secara intensif dan lebih menyentuh komunitas-komunitas masyarakat, menurut Najib, perbedaan faham keagamaan akan terus berulang menjadi pemicu konflik horizontal di daerah.

"Pemerintah juga secara aktif dapat melibatkan ormas-ormas Islam moderat seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU)," tutur Najib.

Selain konflik yang dipicu oleh perbedaan faham keagamaan, faktor lain yang masih memicu konflik yakni persoalan perebutan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) di daerah. Hal itu, menurut dia, berpotensi terjadi seiring terus meningkatnya arus migrasi antardaerah.

"Sehingga perlu ada jaminan peraturan yang dirasa adil, baik bagi warga pendatang (migran) dengan penduduk asli," pungkas Najib.
COPYRIGHT © ANTARA 2015
Sosiolog: Berantas Begal Harus dari Akar yaitu Kemiskinan dan Pendidikan

Sosiolog: Berantas Begal Harus dari Akar yaitu Kemiskinan dan Pendidikan

Septiana Ledysia - detikNews

Sosiolog: Berantas Begal Harus dari Akar yaitu Kemiskinan dan Pendidikan
Jakarta - Memberantas pembegalan yang marak terjadi di kawasan Jabodetabek tidak hanya dengan menangkap para pelaku kejahatan. Namun, harus dilihat apa akar permasalahan dari perilaku kejahatan yang sedang meresahkan masyarakat tersebut.

Menurut Sosiolog Musni Umar, dalam memberantas atau menghilangkan pembegalan pemerintah harus memecahkan akar masalah yang terjadi. Dikarenakan pelaku tindakan pembegalan yang rata-rata anak muda tersebut ialah anak muda yang tidak memiliki pekerjaan tetapi berkeinginan memiliki sesuatu barang.

"Jadi yang terpenting ialah memecahkan akar masalah dan akar masalahnya itu kemiskinan. Pelaku yang rata-rata anak muda tidak memiliki pekerjaan tetapi mereka ingin memiliki kendaraan namun tidak memiliki kemampuan untuk membeli," ujar Musni saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (28/2/2015).

Musni menuturkan, selain masalah kemiskinan yang tidak kalah penting ialah kurangnya pendidikan akhlak dan agama yang diterima anak-anak kurang mampu tersebut. Hal hasil mereka hanya memikirkan bagaimana untuk mendapatkan uang.

"Peran orang tua juga menjadi faktor penting dalam mendidik dan memberikan pelajaran akhlak terhadap anak-anak mereka. Namun, permasalahannya di masyarakat bawah mereka tidak terlalu memikirkan itu dikarenakan untuk persoalan hidup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah berat," ujar Musni.

Musni menambahkan, selain itu pihak kepolisian sebaiknya jangan hanya menangkap dan memberikan hukuman. Melainkan, harus diberikan semangat kembali untuk mereka berubah dan mencari pekerjaan yang lebih baik.

"Karena masalahnya ialah masalah perut, kita tidak bisa mengandalkan polisi karena jika ditangkapun tidak bisa mengurangi. Sebaiknya, ditumbuhkan kesadaran bangkit untuk bekerja. Selain itu, tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah yang diberi tanggungjawab oleh negara harus segera memikirkan bagaimana cara merubah para pembegal ini menjadi lebih baik," tutup Musni.

(spt/ahy)
Sosiolog: Fenomena 'Ichiro' Pukulan Halus untuk Penegak Hukum

Sosiolog: Fenomena 'Ichiro' Pukulan Halus untuk Penegak Hukum

Rina Atriana - detikNews

Sosiolog: Fenomena
Jakarta - Melalui situs Youtube, seorang pria mengupload aksi saat menabrakkan kendaraannya ke banyak pelanggar lalu lintas. Ia menamai mobil yang dikendarainya dengan Ichiro.

Menurut Sosiolog Musni Umar, munculnya Ichiro merupakan fenomena yang menjadi pukulan halus kepada aparat penegak hukum untuk bisa lebih menertibkan lalu lintas. Hal tersebut disampaikan Musni saat berbincang dengan detikcom, Senin (2/2/2015) malam.

"Hal ini bisa mejadi pukulan halus kepada aparat penegak hukum yang dianggap sudah tidak berdaya. Meskipun tidak bisa sepenuhnya bisa disalahkan aparat, karena memang mayoritas masyarakat melakukan pelanggaran," ujar Doktor lulusan Universitas Kebangsaan Malaysia itu.

"Saya kira ini upaya ini untuk menyadarkan orang dalam berlalu lintas, sebagaimana yang sewajarnya, sebagaimana aturan-aturan yang ada. Polisi kan jumlahnya terbatas, selama ini ketika polisi tidak ada banyak yang melanggar,"
lanjutnya.

Menurut Musni, aksi Ichiro juga bisa disebut sebagai upaya menyadarkan masyarakat bahwa melanggar lalu lintas bisa membahayakan diri pengendara itu sendiri. Ia pun mengaku kadang tak sungkan membunyikan klakson jika melihat ada pengendara melakukan pelanggaran.

"Pengendara yang melanggar lalin juga membahayakan dirinya sendiri, tidak ada dalam satu hari di mana tidak ada korban kecelakaan lalu lintas. Aksi ini juga ada sisi positifnya sebetulnya," jelas Musni.

"Kalau pergi ke sekitar UI, betapa banyaknya motor yang melawan arus. Kadang kita sendiri juga kesal, terus terang saya menghidupkan kendaraan klakson dengan suara keras saking kesalnya," bebernya.

(rna/rvk)
Back To Top