-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
RUU Anti Terorisme terkendala pemahaman jihad-teror

RUU Anti Terorisme terkendala pemahaman jihad-teror

RUU Anti Terorisme terkendala pemahaman jihad-teror
Dokumentasi seorang polisi dan warga sipil terkena ledakan bom saat dilakukan simulasi penanganan teror di kawasan pertokoan Grand Depok City, Depok, Jawa Barat, Selasa (9/2). Simulasi tersebut digelar Polresta Depok untuk melatih personel polisi dalam menghadapi aksi teror di kawasan objek vital dan pusat keramaian publik. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat terorisme dari PP Muhammadiyah, Mustofa B Nahrawardaya, berpendapat revisi UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih terkendala dengan perbedaan pemahaman arti jihad dengan teror.

"Bagi kelompok yang dicurigai teroris, mereka memandang itu perjuangan secara Islam (jihad). Tapi oleh pemerintah dianggap teror. Padahal antara jihad dan teror itu beda," kata dia, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.

Maka dengan perbedaan pemahaman itu, titik temu untuk menuntaskan revisi UU anti terorisme sulit didapatkan dan hal serupa juga terjadi pada UU yang lama, ujarnya.
Dalam UU itu, tuturnya melanjutkan, hanya dijelaskan tindak pidana terorisme ialah tindakan pelanggaran yang memiliki unsur pidana sesuai dengan yang telah dijabarkan pada UU Nomor 25/2003.

Penjabaran tersebut hanya menjelaskan unsur pidana, tetapi tidak menjelaskan terorisme seperti apa.

Selanjutnya, yang terjadi saat ini UU itu dapat dipakai untuk menindak, sehingga dia menilai ada celah pemahaman pada poin itu.
"Misalnya, ada orang sedang berdiskusi untuk melakukan Jihad ke Suriah, tapi dianggap pemerintah sebagai teroris. Ini yang akhirnya tidak ketemu pemahamannya," tukasnya.

Oleh karena itu PP Muhammadiyah menyarankan, sebelum dilakukan revisi UU ada baiknya dilakukan penyelarasan arti atau pemahaman jihad.

"Dalam UU tidak disebutkan teroris tidak terkait dengan agama, tapi praktiknya hanya pemeluk agama Islam yang kena. Ini yang harus diselesaikan," ujarnya.
Editor: Ade Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2016
UNBK di beberapa daerah terkendala gangguan "server"

UNBK di beberapa daerah terkendala gangguan "server"

UNBK di beberapa daerah terkendala gangguan
UN Berbasis Komputer Di Kediri Beberapa siswi mengerjakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) mata pelajaran Bahasa Indonesia di salah satu SMK swasta di Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (4/4). Mayoritas SMA sederajat baik negeri maupun swasta di kota Kediri melakukan UNBK, yakni sebanyak 21 SMK dan 20 SMA melaksanakan UNBK sedangkan sisanya sebanyak 5 MA dan 5 SMK menggunakan manual berbasis kertas. (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani)

Jakarta (ANTARA News) - Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer 2016 masih terkendala gangguan "server" di beberapa daerah karena komputer gagal melakukan sinkronisasi dengan "server", kata Kepala Pusat Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam.

"Pada hari pertama pelaksanaan UNBK, total ada 90-an "server" dari 13.000 "server" yang mengalami gangguan. Hari ini juga beberapa server yang mengalami gangguan," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.

Permasalahan utama dari gangguan "server" tersebut, lanjut dia, dikarenakan komputer gagal melakukan sinkronisasi dengan "server". Sebenarnya, permasalahan tersebut sudah ada jawabannya di prosedur standarnya.

"Kalau sudah disinkronisasi, seharusnya komputer tidak boleh diotak-atik lagi, kalau diotak-atik maka komputer dan "server"nya gagal melakukan sinkronisasi," imbuh dia.
Antusiasme masyarakat dalam membantu penyelenggaraan UNBK juga tinggi. Nizam menyebut di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, misalnya para orang tua meminjamkan genset untuk mendukung penyelenggaraan UNBK.

Begitu juga Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang turut berperan dalam penyediaan listrik agar pelaksanaan UNBK berjalan lancar.

"Di beberapa daerah, PLN malah meminjamkan gensetnya kepada sekolah, agar UNBK berjalan lancar."

Secara keseluruhan, lanjut dia, permasalahan yang terjadi pada UN 2016 lebih sedikit jika dibandingkan tahun lalu. UN berbasis kertas dan pensil juga tidak mengalami permasalahan berarti.

Nizam menyebut di Papua, pelaksanaan UN berbasis kertas dan pensil juga berjalan lancar.

Sebanyak 3.302.673 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA) di Tanah Air mengikuti Ujian Nasional (UN), yang dimulai pada Senin (4/4).

UNBK diikuti sebanyak 4.402 sekolah atau sekitar 927.000 siswa. Sebelumnya pada 2015, UNBK diikuti 594 sekolah. UNBK disinyalir lebih efesien serta dapat meminimalisir bentuk kecurangan. Sekolah juga tak perlu harus mengadakan peralatan komputer, namun hanya menggunakan peralatan yang tersedia. Jika tak mencukupi, sekolah bisa menggunakan peralatan di sekolah lain yang tidak melaksanakan UN.

Komputer sekolah yang mengikuti UN tersebut dipasangi aplikasi yang kemudian aplikasi tersebut terus di-"update" melalui enkripsi. Peserta UNBK juga akan kesulitan berbuat curang karena soal yang didapat para siswa bersifat acak. Sehingga siswa satu dan yang lain mengerjakan soal yang tidak sama.

Mengenai pengawas, pada UN berbasis kertas ada dua pengawas di setiap kelas, sedangkan untuk UNBK terdapat satu teknisi dan satu proktor yang memastikan siswa melaksanakan UNBK sesuai dengan prosedur.

COPYRIGHT © ANTARA 2016
Back To Top