BPKAD: Dulu Dishub Tak Mau Bongkar Gedung Sudin karena Ada Dana Rehabilitasi
Mulya Nurbilkis - detikNews
Jakarta - Pembangunan Terminal Rawamangun yang menghabiskan anggaran Rp 47 miliar kini menjadi sorotan publik. Pasalnya, dengan anggaran sebanyak itu terminal ini tak bisa digunakan secara maksimal.
Salah satu penyebab tak maksimalnya fungsi terminal karena adanya gedung Suku Dinas (Sudin) Perhubungan Jakarta Timur yang tepat berada di samping bangunan terminal. Akhirnya jalur bus luar kota yang seharusnya lurus dibuat agak menikung hingga akhirnya bus kesulitan melewatinya.
Pihak Dinas Perhubungan (Dishub) mengatakan pembongkaran gedung itu tak bisa dilakukan karena proses penghapusan aset di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta. Namun BPKAD menolak bila pihaknya dijadikan dipersalahkan terkait Terminal Rawamangun.
"Saya peringatkan agar tidak memojokkan BPKAD jika tak mengerti masalahnya. BKAD sudah mau memproses tapi Dishub menghapus seperti setengah hati. Pertama permohonan penghapusan yang kami terima bersamaan dengan Terminal Rawamangun lama yang akan dihancurkan untuk dibangun baru. Tapi tidak jadi," kata Kepala BPKAD DKI Heru Budi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (28/5/2015) malam.
Ia mengatakan pengajuan penghapusan aset itu di tahun 2012 bersamaan dengan pengajuan pembangunan Terminal Rawamangun, Jaktim. Saat itu seharusnya penghapusan asetnya dijalankan bersamaan sehingga pembangunan terminalnya tidak bermasalah.
Namun penghapusan itu dibatalkan Dishub yang masih dipimpin Udar Pristono dengan alasan ada anggaran rehabilitasi Rp 800 juta di tahun itu.
"Mereka bilang tidak boleh (diratakan) karena mereka masih dikasih ada dana rehabilitasi Rp 800 juta karena itu pengajuan penghapusan aset itu dibatalakn oleh Dishub," terangnya.
Heru menduga penundaan penghapusan aset itu agar dana rehabilitasi itu tetap dicairkan. Akhirnya, saat itu yang dikabulkan penghapusan asetnya hanya terminal Rawamangun saja. Padahal, Dishub bisa bertahan sekitar beberapa bulan sampai ada keputusan lelang atau sekedar menyewa tempat. Pasalnya, pengganti kantor Sudin Jaktim itu ada di dalam terminal yang baru.
"Kalau memang mau direhabilitasi, yang mana yang direhabilitasi dengan nilai Rp 800 juta? Kita buka-bukaan saja," ujar mantan Walikota Jakarta Utara ini.
Ia mengatakan, tahun 2014 Dishub mencoba memasukkan permohonan penghapusan aset kantor Sudin itu kembali. Namun, ada aturan yang mengharuskan bangunan yang sudah direnovasi tak bisa langsung dibongkar. Untuk bangunan kantor Sudin Jaktim ini, masuk dalam kategori rehabilitasi kecil dan baru bisa dibongkar setelah 2 tahun.
"Kalau saya tetap mengabulkan pembongkaran, saya melanggar aturan. Secara logika, kan tahu mau dihapus, kenapa harus dipertahankan untuk dana rehabilitasi? Itu mungkin dibangun 2013 jadi baru bisa dibongkar tahun ini (2015)," terangnya.
"Yang terbaru, mereka kembali memasukkan permohonan sekitar 2 atau 3 bulan yang lalu (tahun 2015). Sekarang sedang kita proses," sambung Heru.
Heru menjelaskan untuk merobohkan gedung Pemda, harus melalui proses penghapusan aset sehingga tak bisa sembarangan dibongkar. Namun, ia juga tak membenarkan langkah Dishub yang 'maju mundur' mengajukan permohonan aset pada BPKAD.
Persoalan terminal ini pertama terlontar saat Gubernur DKI Basuki T Purnama akan menggugat konsultan pembangunan terminal tersebut. Gugatan ini karena jalan masuk bus tak bisa dilalui bus-bus AKAP. Penyebabnya, ada tikungan yang dibuat karena bangunan kantor Sudin Perhubungan yang belum dibongkar. Bangunan ini juga yang membuat jalur bus lainnya tak bisa dilalui sehingga ditutup.
Ahok mengatakan Dishub tak tahu apapun soal desain, perencanaan dan pembanguna terminal tersebut karena sudah diserahkan sepenuhnya pada konsultan pembangunan.
(bil/fdn)

Salah satu penyebab tak maksimalnya fungsi terminal karena adanya gedung Suku Dinas (Sudin) Perhubungan Jakarta Timur yang tepat berada di samping bangunan terminal. Akhirnya jalur bus luar kota yang seharusnya lurus dibuat agak menikung hingga akhirnya bus kesulitan melewatinya.
Pihak Dinas Perhubungan (Dishub) mengatakan pembongkaran gedung itu tak bisa dilakukan karena proses penghapusan aset di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta. Namun BPKAD menolak bila pihaknya dijadikan dipersalahkan terkait Terminal Rawamangun.
"Saya peringatkan agar tidak memojokkan BPKAD jika tak mengerti masalahnya. BKAD sudah mau memproses tapi Dishub menghapus seperti setengah hati. Pertama permohonan penghapusan yang kami terima bersamaan dengan Terminal Rawamangun lama yang akan dihancurkan untuk dibangun baru. Tapi tidak jadi," kata Kepala BPKAD DKI Heru Budi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (28/5/2015) malam.
Ia mengatakan pengajuan penghapusan aset itu di tahun 2012 bersamaan dengan pengajuan pembangunan Terminal Rawamangun, Jaktim. Saat itu seharusnya penghapusan asetnya dijalankan bersamaan sehingga pembangunan terminalnya tidak bermasalah.
Namun penghapusan itu dibatalkan Dishub yang masih dipimpin Udar Pristono dengan alasan ada anggaran rehabilitasi Rp 800 juta di tahun itu.
"Mereka bilang tidak boleh (diratakan) karena mereka masih dikasih ada dana rehabilitasi Rp 800 juta karena itu pengajuan penghapusan aset itu dibatalakn oleh Dishub," terangnya.
Heru menduga penundaan penghapusan aset itu agar dana rehabilitasi itu tetap dicairkan. Akhirnya, saat itu yang dikabulkan penghapusan asetnya hanya terminal Rawamangun saja. Padahal, Dishub bisa bertahan sekitar beberapa bulan sampai ada keputusan lelang atau sekedar menyewa tempat. Pasalnya, pengganti kantor Sudin Jaktim itu ada di dalam terminal yang baru.
"Kalau memang mau direhabilitasi, yang mana yang direhabilitasi dengan nilai Rp 800 juta? Kita buka-bukaan saja," ujar mantan Walikota Jakarta Utara ini.
Ia mengatakan, tahun 2014 Dishub mencoba memasukkan permohonan penghapusan aset kantor Sudin itu kembali. Namun, ada aturan yang mengharuskan bangunan yang sudah direnovasi tak bisa langsung dibongkar. Untuk bangunan kantor Sudin Jaktim ini, masuk dalam kategori rehabilitasi kecil dan baru bisa dibongkar setelah 2 tahun.
"Kalau saya tetap mengabulkan pembongkaran, saya melanggar aturan. Secara logika, kan tahu mau dihapus, kenapa harus dipertahankan untuk dana rehabilitasi? Itu mungkin dibangun 2013 jadi baru bisa dibongkar tahun ini (2015)," terangnya.
"Yang terbaru, mereka kembali memasukkan permohonan sekitar 2 atau 3 bulan yang lalu (tahun 2015). Sekarang sedang kita proses," sambung Heru.
Heru menjelaskan untuk merobohkan gedung Pemda, harus melalui proses penghapusan aset sehingga tak bisa sembarangan dibongkar. Namun, ia juga tak membenarkan langkah Dishub yang 'maju mundur' mengajukan permohonan aset pada BPKAD.
Persoalan terminal ini pertama terlontar saat Gubernur DKI Basuki T Purnama akan menggugat konsultan pembangunan terminal tersebut. Gugatan ini karena jalan masuk bus tak bisa dilalui bus-bus AKAP. Penyebabnya, ada tikungan yang dibuat karena bangunan kantor Sudin Perhubungan yang belum dibongkar. Bangunan ini juga yang membuat jalur bus lainnya tak bisa dilalui sehingga ditutup.
Ahok mengatakan Dishub tak tahu apapun soal desain, perencanaan dan pembanguna terminal tersebut karena sudah diserahkan sepenuhnya pada konsultan pembangunan.
(bil/fdn)