-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
Yuan Tiongkok menguat jadi 6,6872 terhadap dolar AS

Yuan Tiongkok menguat jadi 6,6872 terhadap dolar AS

Yuan Tiongkok menguat jadi 6,6872 terhadap dolar AS
Yuan (REUTERS)

Di pasar spot valuta asing Tiongkok, yuan diperbolehkan untuk naik atau turun sebesar dua persen dari tingkat paritas tengahnya setiap hari perdagangan.

Kurs tengah yuan terhadap dolar AS didasarkan pada rata-rata tertimbang harga yang ditawarkan oleh pelaku pasar sebelum pembukaan pasar uang antar bank setiap hari kerja.
Editor: AA Ariwibowo
Tiongkok operasikan sistem navigasi satelit Beidou pada 2020

Tiongkok operasikan sistem navigasi satelit Beidou pada 2020

Pewarta: 


Direktur Jenderal Kantor Navigasi Satelit Tiongkok sekaligus juru bicara sistem navigasi satelit Beidou, Ran Chengqi, dalam jumpa wartawan di Beijing, Kamis, mengatakan, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Rusia dan Eropa.

Ia menjelaskan bahwa ada tiga strategi atau tahapan dalam pembangunan sistem navigasi satelit Beidou, pertama membangun sistem untuk pengguna domestik, kedua memperluas layanan untuk kawasan Asia Pasifik dan ketiga menjangkau seluruh kawasan di dunia pada 2020.

Dialog dua putaran telah dilakukan antara pejabat pemerintah Tiongkok dan Amerika Serikat terkait pengoperasian sistem itu.

"Bahkan kedua pihak telah menandatangani beberapa kesepakatan. Hal serupa juga akan kami lakukan bersama Rusia dan secara multilateral kami juga aktif berpartisipasi dengan Komite Internasional Sistem Navigasi Satelit Global," ungkap Ran Chengqi.

Ran Chengqi mengemukakan proyek tersebut dimulai pada 1994 untuk mendukung sistem keamanan nasional, kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat, serta meningkatkan standar hidup.

Pada 2020, Tiongkok berencana membentuk jaringan 35 satelit, yang mampu menyediakan jasa navigasi global kepada pengguna di seluruh dunia.

Beidou saat ini menyediakan jasa navigasi di dalam negeri Tiongkok dan negara-negara tetangganya.

Meski baru memiliki belasan satelit pendukung, sistem navigasi tersebut kini telah digunakan di sejumlah negara Asia lainnya, seperti Laos, Pakistan, dan Thailand.

Setelah selesai, proyek itu akan setara dengan sistem navigasi Global Positioning System (GPS) milik Amerika Serikat bersaing dengan sistem navigasi lain yang sedang dikembangkan seperti Glonass milik Rusia dan Galileo milik Eropa.

Sistem navigasi satelit Beidou dirancang untuk kepentingan sipil dan pengiriman pesan-pesan elektronik.

Namun, jaringan satelit itu juga dilengkapi kemampuan yang bisa digunakan bagi kepentingan militer, demikian Ran Chengqi.

Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Sekitar 30 juta Muslim Tiongkok mulai puasa Ramadhan

Sekitar 30 juta Muslim Tiongkok mulai puasa Ramadhan

Sekitar 30 juta Muslim Tiongkok mulai puasa Ramadhan
Keluarga muslim etnis Kazakh di Tacheng, Daerah Otonomi Uygur Xinjiang, RRC, Kamis (8/8). (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)
Beijing (ANTARA News) - Sekitar 30 juta Muslim di Tiongkok mulai menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1437 Hijriah pada Senin. 

Pada Minggu (5/6) malam, umat Muslim di Beijing memadati masjid-masjid yang tersebar di beberapa wilayah, termasuk Masjid Niujie di kawasan Xi Cheng, untuk menunaikan shalat tarawih.

Sekitar 300 orang melaksanakan shalat tarawih di Masjid Niujie, yang merupakan masjid tertua dan terbesar di Beijing.

Masjid Shunyi dan Dongsi, yang merupakan masjid terbesar kedua di kota itu, juga penuh warga yang menjalankan shalat tarawih.

Warga negara Indonesia yang berada di Tiongkok sebagian menunaikan shalat tarawih di masjid setempat, sebagian di Kedutaaan Besar RI di Beijing, atau di Konsulat Jenderal RI, seperti di Hong Kong.

Islam kali pertama masuk ke Tiongkok pada abad ketujuh. Saat ini ada 10 etnis minoritas di Tiongkok yang memeluk Islam, sebagian besar etnis Hui dan Uygur.
Asosiasi Islam Tiongkok mencatat saat ini terdapat sekitar 20 hingga 30 juta Muslim di Negeri Panda, yang tercatat memiliki sekitar 30 ribu masjid. China juga memiliki sekitar 40 ribu imam dan pengajar muslim. 

Menurut Asosiasi Islam Tiongkok, sejak 1980 sudah ada sekitar 40 ribu Muslim China yang menunaikan ibadah haji.

Kebebasan Ibadah
Pemerintah Tiongkok kembali menerbitkan kertas putih terkait kebebasan berkeyakinan di Daerah Otonomi Uighur, Xinjiang, termasuk kebebasan menunaikan ibadah puasa selama Ramadhan.

Dalam kertas putih yang diterbitkan dua hari lalu, Pemerintah Tiongkok menyatakan sangat menghargai adanya perbedaan keyakinan di wilayahnya, termasuk di Xinjiang.

Penghormatan dan perlindungan kebebasan beragama oleh Pemerintah Tiongkok dijadikan sebagai salah satu dasar kebijakan nasional jangka panjang. 


Konstitusi Republik Rakyat Tiongkok menyatakan "Republik Rakyat Tiongkok menjamin warga negara memiliki kebebasan beragama," dan "Tidak ada organ negara, organisasi masyarakat atau individu dapat memaksa warga untuk percaya pada agama atau tidak beragama, tidak mendiskriminasikan warga negara beragama dengan warga negara yang tidak beragama." 

Menurut konstitusi, "Negara melindungi kegiatan agama secara baik, namun tidak ada yang bisa memanfaatkan agama untuk mengganggu ketertiban umum, merusak ketentraman warga atau mengganggu sistem pendidikan negara."

Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Masyarakat kawasan nantikan diplomasi Tiongkok di LCS

Masyarakat kawasan nantikan diplomasi Tiongkok di LCS



Dalam banyak konferensi internasional, negara-negara di kawasan secara bersamaan berbicara tentang masalah itu. Yang paling baru pada pertemuan G7 di Jepang, Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ADMM) di Laos, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-Amerika Serikat di California dan di Shangri-La Dialogue, Singapura, negara-negara yang berpartisipasi dalam forum-forum tersebut mengutuk tindakan sebagai eskalasi Tiongkok di LCS.

Secara khusus, Pengadilan Tetap Arbitrase La Haye (PCA) mempersiapkan putusan akhir tentang kasus Filipina terhadap klaim Tiongkok di LCS.

Tiongkok secara aktif memobilisasi dukungan di dalam negeri untuk maksud-maksudnya menyelesaikan sengketa dengan masing-masing negara, tidak untuk menginternasionalkan masalah LCS, ingin mengendalikan 90 persen dari wilayah laut itu. Namun, negara-negara yang bersangkutan tidak menerima karena hal itu adalah masalah internasional bagi lalu lintas kargo paling penting di dunia senilai lima triliun dolar AS melalui kawasan tersebut.

Sebelumnya, pada KTT antara 10 pemimpin ASEAN dan Presiden AS Barack Obama (15 sampai dengan 16 Februari 2016) di Sunnylands, California, Amerika Serikat dan negara-negara peserta mengeluarkan pernyataan bersama yang prihatin atas masalah LCS. Mereka berkomitmen untuk mempromosikan kerja sama guna mengatasi masalah tersebut dengan cara damai.

Namun, sehari kemudian, Pentagon menemukan Tiongkok telah mengerahkan rudal permukaan ke udara HQ-9 di Woody Island di Kepulauan Paracel yang diklaim Vietnam.
Angkatan Laut Tiongkok mengerahkan sebuah pesawat militer ke salah satu pulau buatan di negara itu di LCS, kata Kementerian Pertahanan Tiongkok. Pernyataan ini diyakini sebagai misi pertama kali yang diakui secara terbuka.

Sebuah pernyataan singkat di laman kementerian itu mengatakan bahwa pesawat tersebut sedang dalam misi patroli ketika dialihkan ke Fierry Cross Reef untuk menjemput tiga pekerja konstruksi yang cedera. Pesawat itu kemudian terbang ke Sanya, Provinsi Hainan, dan mendarat di Bandar Udara Internasional Fenghuang, kata kementerian itu.

Tiongkok menyatakan bahwa pulau-pulau artifisial negara itu di Laut Timur untuk tujuan-tujuan sipil. Negara tersebut juga mengatakan bahwa Beijing telah membangun mercusuar dan fasilitas observasi cuaca di sana. Beberapa pakar mengatakan apa yang Beijing sampaikan mungkin tidak benar. Radar itu digunakan untuk melacak kapal dan pesawat dan juga mengukur arus samudra.

"Kami dapat mengenali dengan mudah bahwa fasilitas-fasilitas yang dibangun Tiongkok untuk tujuan-tujuan militer," kata Tran Cong Truc, mantan Ketua Komite Urusan Perbatasan Vietnam.
Semua negara yang mengkhawatirkan masalah LCS diminta tenang, dan semua tindakan yang mengganggu stabilitas regional tidak diinginkan. Perundingan mengenai suatu tata perilaku (COC) antara Tiongkok dan ASEAN sedang berjalan. Akan tetapi, aksi-aksi tersebut merupakan isyarat bahwa Tiongkok tidak mengambil langkah diplomasi dan memperhatikan hukum internasional secara serius.

Bertentangan dengan DOCApa yang dilakukan Tiongkok di pulau-pulau artifisial tersebut di Spratly juga bertentangan dengan semangat Pernyataan Bersama "Declaration on Conduct" (DOC) di kawasan itu, yang fokus pada langkah status quo dan aksi-aksi yang tak mendukung agar terhindar dari situasi yang rumit. Pernyataan bersama tersebut ditandatangani di Phnom Pengh, Kamboja, 4 November 2002.

Panglima pasukan AS di Pasifik, Laksamana Harry Harris, pernah menyatakan Beijing mengirim sinyal bahwa pihaknya sedang mengusahakan "hegemoni" di Asia Timur.

Ketika Tiongkok memulai proyek-proyek konstruksi di pulau-pulau buatan, pihaknya membantah memiliki maksud agresif. Dikatakannya bahwa proyek-proyek itu ialah untuk membangun langkah-langkah defensif dan fasilitas-fasilitas sipil yang berada di wilayah kedaulatannya dan akan menguntungkan masyarakat internasional.


Menurut Truc, aksi-aksi paling akhir Tiongkok merupakan "suatu eskalasi militer baru" yang bertolak belakang dengan apa yang negara itu katakan.

Ia mengatakan bahwa Beijing "menantang tidak hanya negara-negara yang mengklaim seperti Vietnam, tetapi juga negara-negara lain di luar wilayah itu seperti AS, yang memanfaatkan kebebasan navigasinya dekat pulau-pulau buatan Tiongkok". Langkah Tiongkok itu berbahaya dan serius, yang akan diikuti oleh langkah-langkah lainnya untuk menguasai wilayah secara keseluruhan.

Ia juga mengatakan bahwa pengerahan itu bisa memicu perlombaan senjata di Asia, dan curiga bahwa pemerintah Tiongkok siap mendeklarasikan Zona Identififkasi Pertahanan Udara (ADIZ) di Laut Timur. Konflik skala besar mungkin bisa terjadi jikalau tidak ada solusi efektif diambil untuk "menghentikan ambisi Tiongkok".
Ketegangan-ketegangan telah meningkat dalam 2 tahun terakhir setelah Tiongkok melakukan aksi-aksi tersebut untuk memproyeksikan keunggulan militernya ke luar wilayah daratan Tiongkok.

Taiwan, Malaysia, dan Brunei juga mengklaim wilayah di LCS yang Tiongkok katakan miliknya. Vietnam merupakan salah satu pengkalim vokal dalam pertikaian itu.

Dalam pertemuan pemimpin negara-negara industri G7 pada tanggal 26 s.d. 27 Mei 2016 di Ise-Shima di Jepang, para pemimpin G7 mengeluarkan pernyataan bersama mengutuk tindakan Tiongkok di LCS. Deklarasi bersama yang menyatakan: "G7 menyerukan negara-negara menahan diri melakukan tindakan sepihak yang dapat meningkatkan ketegangan dan harus menyelesaikan sengketa dengan cara damai."

Presiden RI Joko Widdodo mengatakan bahwa Asia hendaknya jangan jadi arena bagi kekuatan-kekuatan global untuk mendesakkan pengaruh mereka. "Indonesia ingin menekan bahwa semua negara hendaknya menghormati hukum internasional tanpa kecuali," kata Presiden Jokowi yang menjadi salah satu pembicara utama di forum itu.

Indonesia, yang bukan negara pengklaim dalam pertikaian itu, mendesak bahwa pendekatan militer hanya akan menimbulkan konflik dan memicu siapa mendukung siapa.
Dalam Konferensi Menteri Pertahanan ASEAN (ADMM) di Vientiane, Laos, 25 Mei 2016, para pejabat ASEAN berbagi penilaian atas situasi keamanan regional dengan penekanan khusus pada isu-isu keamanan maritim di laut, termasuk LCS.

Pernyataan Bersama di ADMM X itu juga menegaskan pentingnya menjaga perdamaian, stabilitas, serta kebebasan navigasi dan penerbangan di LCS sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional sebagai Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Saat ini di luar negara-negara ASEAN, relatif banyak negara di dunia, seperti Amerika Serikat, Jepang, India, dan Australia sangat prihatin dengan situasi di LCS karena berkaitan dengan kepentingan nasional mereka.

Tindakan Tiongkok yang agresif, menentang hukum internasional, ingin memonopoli perairan tersebut menyebabkan relatif banyak negara menyuarakan oposisi dan masyarakat kawasan khususnya menginginkan Tiongkok juga menahan diri dan menempuh jalur diplomasi.

Editor: Aditia Maruli
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Kepercayaan investor Jerman terangkat sinyal positif ekonomi Tiongkok

Kepercayaan investor Jerman terangkat sinyal positif ekonomi Tiongkok



Berlin (ANTARA News) - Kepercayaan investor Jerman naik untuk bulan kedua berturut-turut pada April, karena ekonomi Tiongkok menunjukkan tanda-tanda positif, sebuah survei menemukan, Selasa.

Lembaga riset ZEW yang berbasis di Mannheim mengatakan, indeks sentimen ekonomi bulanan untuk Jerman naik 6,9 poin dan mencapai 11,2 poin pada April, menunjukkan bahwa investor dan analis lebih percaya tentang prospek ekonomi Jerman dalam enam bulan ke depan, lapor Xinhua.

"Berita ekonomi positif mengejutkan dari Tiongkok tampaknya telah meningkatkan sentimen di antara para pakar pasar keuangan," kata Sascha Steffen, seorang ekonom di ZEW. 

Tiongkok adalah mitra dagang terbesar kedua Jerman di luar Eropa. Data terbaru termasuk produksi industri dan investasi aset tetap menunjukkan tanda-tanda perbaikan dalam ekonomi Tiongkok. Indeks Pembelian Manajer (PMI) sektor manufaktur Tiongkok naik menjadi 50,2 poin pada Maret, di atas ambang 50 poin, yang mencerminkan peningkatan aktivitas manufaktur negara itu. 

Para ahli di Dana Moneter Internasional (IMF) dan lembaga keuangan termasuk UBS, Deutsche Bank dan JPMorgan Chase, semua telah meningkatkan perkiraan mereka untuk pertumbuhan Tiongkok. 

Namun demikian, Steffen di ZEW mengatakan bahwa ekspor industri Jerman masih di bawah tekanan karena pelambatan pertumbuhan di pasar negara berkembang. "Selain itu, kekhawatiran tentang kemungkinan keluarnya Inggris dari Uni Eropa tampaknya akan memiliki dampak negatif," tambah dia. 

Pemerintah Jerman akan merilis perkiraan baru untuk pertumbuhan ekonomi pada Rabu. Pekan lalu, empat lembaga ekonomi terkemuka memangkas proyeksi mereka untuk pertumbuhan Jerman 2016 menjadi 1,6 persen dari 1,8 persen, mengutip pemulihan yang lemah dari ekonomi global.                           
Ekonomi Jerman tumbuh 1,7 persen pada 2015, terutama didorong oleh konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah. Ekspor, mesin pertumbuhan tradisional negara itu, memberikan sedikit kontribusi. 
(T.A026)
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Back To Top