-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
Anggota DPR wacanakan Provinsi Bogor Raya

Anggota DPR wacanakan Provinsi Bogor Raya

Anggota DPR wacanakan Provinsi Bogor Raya
Soenmandjaja pada foto 17 Juni 2015. (Evy Firmania)


"Dengan lima juta jiwa penduduk, itu setara dengan penduduk sebuah negara di Eropa," kata Soenmandjaja dalam rilis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut Anggota DPR yang mewakili daerah pemilihan Jawa Barat V itu, secara demografis jumlah penduduk Kabupaten Bogor sudah memadai untuk dinaikkan statusnya menjadi setingkat provinsi.

Selain itu, ujar dia, untuk efektivitas pelayanan masyarakat, maka idealnya Kabupaten Bogor juga menjadi provinsi tersendiri guna meningkatkan pelayanan tersebut.
Ia mengingatkan bahwa Bogor merupakan salah satu karesidenan di antara lima karesidenan di Provinsi Jawa Barat sebelum lahirnya UU Nomor 5 tahun 1974.
Secara keseluruhan, karesidenan Bogor tersebut meliputi Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kotamadya Bogor.
"Sehingga, melihat unsur-unsur pembentukan sebuah provinsi dan urgensi pembentukannya tersebut, bisa saja diusulkan studi ke arah pembentukan Provinsi Bogor Raya," ujar Anggota Badan Legislatif DPR RI ini.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga berpendapat, selain empat daerah eks-Karesidenan Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok juga dapat dimasukkan sebagai bagian dari Provinsi Bogor Raya tersebut.

Di sisi lain, lanjutnya, wilayah Kabupaten Bogor dapat dimekarkan menjadi Kabupaten Bogor, Kabupaten Bogor Barat, Kabupaten Bogor Timur, dan Kabupaten Bogor Selatan.

"Namun, semua itu harus melalui studi yang akurat dengan mempertimbangkan berbagai hal termasuk daya dukung sumber daya alam," imbuh Soenmandjaja.

Dia berpendapat pembentukan Provinsi Bogor Raya bakal dapat lebih memaksimalkan kawasan tersebut sebagai daerah penyangga ibu kota negara.
Editor: Aditia Maruli
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Bogor wacanakan denda paksa pelanggar ketertiban umum

Bogor wacanakan denda paksa pelanggar ketertiban umum

Bogor wacanakan denda paksa pelanggar ketertiban umum
Ilustrasi - Sejumlah anggota Satpol PP Kota Bogor menyita minuman keras yang dijual pedagang kaki lima (PKL) saat penertiban di jalan Pengadilan, Kota Bogor, Jabar. Sebanyak 87 lapak PKL yang berjualan di atas trotoar di sepanjang jalan tersebut dibongkar karena melanggar Perda No 8, Tahun 2006 tentang ketertiban umum. (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)
 Denda paksa diberlakukan di zona-zona merah yakni zona zero toleran (tidak ada toleransi) yakni tidak boleh ada PKL, tidak boleh menyeberang sembarangan, tidak boleh buang sampah sembarangan

Bogor (ANTARA News) - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bogor, Jawa Barat, mewacanakan penerapan denda paksa bagi para pelanggar Peraturan Daerah Nomor 8/2006 tentang Ketertiban Umum.

"Denda paksa itu tanpa melalui sidang Tipiring (Tindak pidana ringan), begitu ada pelanggaran langsung dikenai denda Rp50 ribu perorang," kata Kepala Satpol PP, Eko Prabowo, di Bogor, Selasa. 

Eko mengatakan, wacana untuk menerapkan denda paksa tersebut telah diusulkan kepada Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dan disampaikan kepada Bagian Hukum Pemerintah Kota Bogor, agar dibuatkan Peraturan Wali Kota sebagai turunan dari Perda Nomor 8/2006.

"Tahun lalu kita usulkan, sudah kita sampaikan juga ke Bagian Hukum Pemkot Bogor, tetapi sampai saat ini belum ada kelanjutan," katanya.

Menurutnya, denda paksa akan dijatuhkan bagi pelanggar-pelanggar ketertiban umum seperti PKL yang berjualan di badan jalan dan trotoar, berjualan di taman, merusak taman, membuang sampah sembarangan, menyeberang tidak menggunakan jembatan penyeberangan orang atau zebracross.
"Denda paksa diberlakukan di zona-zona merah yakni zona zero toleran (tidak ada toleransi) yakni tidak boleh ada PKL, tidak boleh menyeberang sembarangan, tidak boleh buang sampah sembarangan," katanya.

Ia mengatakan, denda paksa ini sebagai salah satu instrumen dalam menegakkan Perda ketertiban umum yang hingga kini belum maksimal dijalankan. Terbukti masih banyak PKL yang berjualan di bahu jalan, dan trotoar. Sehingga upaya untuk mengurai kemacetan di Kota Bogor, menjaga ketertiban dan kebersihan, masih sulit dilakukan.

"Kalau ada yang berjualan di trotoar dan bahu jalan, pedagang maupun pembelinya langsung kita denda di tempat," katanya.

Menurut Eko, aturan tersebut sudah dijalankan oleh Pemerintah Kota Bandung. Pelanggar ketertiban umum, dikenai sanksi denda paksa bila kedapatan melanggar aturan.

"Kita sudah sosialisasi zona toleran selama satu tahun ini, jika Perwalinya diterbitkan, tahun ini penerapan sanksi denda paksa sudah bisa dilaksanakan. Uang denda paksa itu nantinya akan masuk dalam kas daerah," katanya.

Kepala Bagian Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Kota Bogor, Hasbhy Mannawar mengatakan perlu melakukan kajian untuk menerapkan aturan denda paksa yang diusulkan oleh Satpol PP.

"Kita perlu mengkaji, karena aturannya pelanggar Perda itu harus mengikuti Tipiring baru bisa diberikan sanksi denda, tidak bisa serta merta denda di tempat. Kita akan lihat KUHP, khawatir jadi pelanggaran, perlu ada trobosan juga, yang memberikan sanksi haruslah Penyidik Satpol PP. Kita akan lihat juga penerapan di Bandung seperti apa," kata Hasbhy.
Editor: Fitri Supratiwi
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Back To Top