-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
Negara bagian Jerman desak media serahkan "Naskah Panama" ke kejaksaan

Negara bagian Jerman desak media serahkan "Naskah Panama" ke kejaksaan

Negara bagian Jerman desak media serahkan
Firma hukum Panama Mossack Fonseca menjadi sentral dari skandal penggelapan pajak tokoh-tokoh dan perusahaan-perusahaan dunia yang disebut dengan skandal "Panama Papers" (Reuters)

Skandal tersebut menyeruak pada awal April saat koran Jerman "Sueddeutsche Zeitung" menyatakan menerima kumpulan 11,5 juta bocoran dokumen dari lembaga hukum Mossack Fonseca, yang berpusat di Panama, dan membagikannya kepada lebih dari 100 media dunia serta Perhimpunan Wartawan Penguakan Antarbangsa (ICIJ).

"Sueddeutsche Zeitung" menyatakan bahwa tidak akan memberikan dokumen tersebut kepada pejabat sejak terjadi pelanggaran asas perlindungan narasumber dan kebebasan pers.
Bundesrat Jerman, lembaga legislatif mewakili 16 negara bagian, Jumat, meloloskan resolusi pemanggilan terhadap "Sueddeutsche Zeitung" dan ICIJ untuk menyerahkan dokumen tersebut.

Penanganannya di Jerman akan dilakukan oleh negara-negara bagian.

"Jika data set dari Panama Papers dirancang tidak dapat diakses, maka kami tidak bisa mendapatkan konsekuensi apa pun," kata Menteri Keuangan Lower Saxony, Peter-Juergen Schneider.

Pemerintah di seluruh dunia sedang menyelidiki kemungkinan kesalahan keuangan oleh orang-orang terkemuka dan sejumlah perusahaan setelah adanya penjelasan atas ratusan ribu klien Mossack Fonseca yang bocor telah mendirikan sekitar 250 ribu perusahaan dalam empat dasawarsa terakhir.

ICIJ pada Kamis mengatakan tidak ikut dalam penyelidikan kejahatan oleh Kementerian Kehakiman Amerika Serikat.

Konsorsium tersebut masih belum merilis bocoran file dari Panama itu kepada publik.

Dokumen tersebut mencantumkan nama pemimpin lima negara, yakni Argentina, Islandia, Arab Saudi, Ukraina, dan Uni Emirat Arab, serta pejabat pemerintahan, kerabat dekat, dan teman dekat sejumlah kepala pemerintahan sekitar 40 negara lainnya, termasuk Brasil, China, Prancis, India, Malaysia, Meksiko, Malta, Pakistan, Rusia, Afrika Selatan, Spanyol, Suriah, dan Britania Raya. 

AS tidak tercantum dalam dokumen tersebut karena memiliki beberapa negara bagian yang sudah dianggap sebagai surga pajak, seperti, Delaware, Nevada, dan Kepulauan Virgin, demikian Reuters.

(Uu.M038)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Bareskrim serahkan berkas tahap satu kasus kondensat ke Kejaksaan

Bareskrim serahkan berkas tahap satu kasus kondensat ke Kejaksaan


Jakarta (ANTARA News) - Bareskrim Polri telah menyerahkan berkas tahap satu kasus dugaan korupsi dan pencucian uang penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas, Kementerian ESDM, dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama ke Kejaksaan.

"Kami sudah kirim berkas, tapi diperbaiki," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Agus Rianto, di Mabes Polri, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, penyidik Bareskrim masih berusaha untuk melengkapi berkas sesuai petunjuk jaksa.

Sejauh ini, 85 orang saksi telah dimintai keterangan dalam kasus tersebut.

"Delapan puluh lima orang saksi, dan tiga orang tersangka," katanya.
Bareskrim Polri menahan dua tersangka kasus korupsi kondensat, yakni mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono dan mantan Kepala BP Migas Raden Priyono sejak Kamis (11/2) malam.

Sementara satu tersangka lainnya yang belum ditahan adalah salah satu pendiri PT TPPI, Honggo Wendratno karena masih dirawat di rumah sakit di Singapura.

Penahanan dua tersangka tersebut dilakukan usai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selesai mengumumkan perkiraan kerugian negara (PKN) kasus tersebut.

BPK telah menaksir kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas, Kementerian ESDM dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) yakni sebesar Rp35 triliun.

Sementara, penyidik sudah memeriksa puluhan orang saksi dari unsur SKK Migas, TPPI, Kementerian Keuangan, Pertamina dan Kementerian ESDM.

Kasus ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada Oktober 2008 terkait penjualan kondensat untuk kurun waktu 2009-2010. Sementara perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009.

Penunjukan langsung ini menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.

Editor: Heppy Ratna
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Maroef sudah serahkan ponsel perekam ke Kejaksaan

Maroef sudah serahkan ponsel perekam ke Kejaksaan


Maroef sudah serahkan ponsel perekam ke Kejaksaan
Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Imam Budilaksono

Jakarta (ANTARA News) - Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin mengaku telah menyerahkan telepon genggam yang digunakan untuk merekam percakapannya dengan Ketua DPR Setya Novanto.

"Saya semalam sudah dimintai keterangan Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. Telepon genggam yang saya gunakan saat merekam sudah diminta tim penyidik Kejaksaan," katanya di Ruang Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan, Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis, saat dimintai keterangan MKD.

Dia menjelaskan, dalam telepon genggam itu ada pembicaraan saat pertemuan dengan Novanto namun dia memiliki salinan rekaman sebagaimana yang didengarkan Rabu malam kemarin.

Menurut dia, keterangan dalam catatan berita acara sudah diberikan kepada Kejaksaan.

"Aslinya sudah diminta untuk penyelidikan lebih lanjut dan keterangan dalam catatan berita acara sudah saya berikan," ujar dia.

Dia mengaku meminta tanda tangan Tim Intel Jampidsus dan Kamis malam ini akan diberikan tanda terimanya.

Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mengaku aneh dengan pengakuan Maroef karena memberikan barang bukti tanpa diberikan tanda terima secara langsung.

Menurut dia, MKD akan tetap meminta tanda terima tersebut setelah diserahkan Kejaksaan.
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2015
Polisi serahkan BAP suap "dwelling time" ke kejaksaan

Polisi serahkan BAP suap "dwelling time" ke kejaksaan


Polisi serahkan BAP suap
Kombes Mohammad Iqbal (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
 
Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Polda Metro Jaya menyerahkan berkas berita acara pemeriksaan (BAP) para tersangka terkait dugaan kasus suap masa bongkar muat peti kemas (dwelling time) ke kejaksaan.

"Berkas perkara sudah dikirim ke kejaksaan," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Mohammad Iqbal di Jakarta, Selasa.

Iqbal memastikan penyidik Polda Metro Jaya masih mendalami kasus dugaan suap yang menyerat pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI itu.

"Proses penyidikan berjalan tidak ada yang dihentikan," ujar Iqbal.

Salah satu buktinya menurut Iqbal, penyidik kepolisian menahan seorang tersangka bos PT Garindo Sejahtera Abadi (GSA) Tjindra Johan yang sempat buron.

Iqbal mengungkapkan polisi mendalami dugaan permainan kuota impor garam dengan memeriksan intensif Tjindra Johan.

Sebelumnya, penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Tjindra Johan yang dikabarkan sempat berada di Singapura.

Polisi juga berupaya menerbitkan "red notice" terhadap Tjindra Johan melalui Interpol.

Namun tersangka menyerahkan diri didampingi pengacara ke Polda Metro Jaya pada Jumat (12/9).

Sejauh ini, polisi telah menetapkan lima tersangka yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI non-aktif Partogi Pangaribuan dan Kepala Subdirektorat Barang Modal Bukan Impor Ditjen Daglu Kementerian Perdagangan RI Imam Aryanta.

Selanjutnya, seorang Pekerja Harian Lepas (PHL) Kemendag RI Musyafa, serta dua pengusaha importir yaitu Mingkeng dan Lusi.


Selain, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag RI), Kementerian Perindustrian (Kemeperin RI) dan sisanya dari pihak pengusaha.

Penyidik juga menyita barang bukti 21 dokumen berupa surat dan petunjuk lainnya, serta komputer yang diyakini dapat dijadikan alat bukti dari hasil penggeledahan.
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2015
Back To Top