-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online
Pemugaran induk Candi Sanggrahan rampung akhir November

Pemugaran induk Candi Sanggrahan rampung akhir November


Pemugaran induk Candi Sanggrahan rampung akhir November
Petugas BPCB Trowulan mengamati konstruksi rangka kayu dalam proses pemugaran Candi Sanggrahan di Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur, Kamis (7/5). Candi peninggalan zaman Kerajaan Majapahit tahun 1350-an Masehi ini ini direnovasi untuk mengembalikan bentuk aslinya sebagai tempat pemujaan sekaligus penyimpanan abu jenazah kerabat kerajaan. (ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)
 
Tulungagung (ANTARA News) - Pemugaran induk Candi Sanggrahan Desa Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, ditargetkan rampung akhir November ini, guna memberi kesempatan pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan membuat laporan pertanggungjawaban anggaran yang konon mencapai Rp450 juta.

"Proses pemugaran dilakukan bertahap dalam tiga tahun anggaran, tidak bisa sekaligus karena melibatkan dana cukup besar," terang Ketua Tim Pelaksana Pemugaran Candi Sanggrahan di Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, Iwan Tarwanto di Tulungagung, Jumat.
Menurut Iwan, total anggaran keseluruhan untuk memulihkan seluruh bagian purbakala dan benda arkeologi yang rusak mencapai Rp1 miliar lebih, di mana sekitar Rp450 juta di antaranya digunakan untuk renovasi candi induk saat ini.

Namun karena alokasi anggaran yang dikucurkan pemerintah melalui APBN untuk unit-unit balai pelestarian cagar budaya di daerah tidak besar, lanjut dia, skenario renovasi candi-candi prioritas dilakukan secara bertahap.

Khusus untuk Candi Sanggrahan yang terletak di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu sendiri direncanakan tuntas dalam tiga tahun anggaran.

Dimulai pada pertengahan 2014, candi yang diyakini menjadi lokasi pembakaran sekaligus pelepasan jenazah ratu Gayatri pada awal Kerajaan Majapahit itu direncanakan rampung pada 2016.

"Tahap pertama tim fokus pada penyusunan peta dan maket renovasi, serta pemasangan konstruksi tiang-tiang kayu yang mengelilingi candi utama," terang Iwan.
Pada tahun berikutnya, 2015, Iwan mengatakan fokus tim pemugaran dikonsentrasikan pada induk candi sanggrahan yang terletak di tengah kompleks tempat suci umat Budha pada awal era Kerajaan Majapahit masa pemerintahan Prabu Kertarajasa Jayawardhana atau Raden Wijaya tersebut.

"Tahun ketiga baru fokus pada pembenahan pagar yang mengelilingi kompleks candi sanggrahan, termasuk gapura pintu masuknya," urainya.

Kerusakan Candi Sanggrahan sebelumnya tergolong parah. Menurut Iwan, sebelum mulai direnovasi volume kerusakan ditaksir mencapai 60 persen akibat vandalisme, penjarahan serta pencurian benda cagar budaya oleh oknum warga serta kolektor benda-benda bersejarah.
COPYRIGHT © ANTARA 2015
Mencari Tahu Relief Prajurit Mirip Suku Maya di Candi Panataran di Blitar

Mencari Tahu Relief Prajurit Mirip Suku Maya di Candi Panataran di Blitar

Nala Edwin - detikNews

Mencari Tahu Relief Prajurit Mirip Suku Maya di Candi Panataran di Blitar
Jakarta - Anda hobi traveling dan sejarah? Pasti tahu Candi Panataran di Blitar, Jawa Timur. Candi yang terletak di kaki Gunung Kelud itu banyak dikenal sebagai candi era Singosari yang dibangun abad ke 12. Namun yang membuat tanya, sejumlah relief di Candi Penataran menyimpan misteri.

Coba saja cari di google soal Candi Panataran, pasti yang keluar soal misteri relief-relief dan patung di candi itu yang dikaitkan dengan prajurit suku maya. Berbagai dugaan pun muncul, ada kaitan antara Suku Maya dengan Singosari dan Majapahit mulai dari peradaban hingga hubungan lainnya.

Belum lagi relief gambar perahu, hingga naga yang ada di Candi Panataran. Kemudian, dikaitkanlah dengan Candi Sukuh yang bentuknya bak kuil Suku Maya. Benarkah itu semua?

Guru Besar Arkeologi UI Agus Aris Munandar menepis soal suku Maya dan aneka cerita-cerita liar seputar relief di Candi Panataran. Agus yang sudah menerbitkan sejumlah buku soal Majapahit termasuk Gajah Mada menjawab berbagai cerita-cerita itu.

"Relief di Candi Panataran ada yang pakai rumbai-rumbai mengingatkan orang pada hiasan orang di Amerika, tapi sebenarnya itu diibaratkan hiasan rambut tentara musuh. Itu kan ceritanya menggambarkan Krishna melawan pasukan musuh yang menculik kekasihnya," jelas Agus, Rabu (30/4/2015).

Agus kemudian menjelaskan, Candi Panataran itu mengalami banyak perubahan. Mulai dari abad ke 12 hingga kemudian mengalami renovasi di era Majapahit. Candi Panataran pun mengalami puncak kejayaannya di era Majapahit.

"Ini candi untuk kekuatan supernatural, selain ada dewa-dewa Hindu, juga ada Hyang yaitu dewa nenek moyang," tutur dia.


Nah soal relief itu, Agus yang bertahun-tahun sudah meneliti candi-candi di era Majapahit membeberkan, kemungkinan para pemahat Jawa kuno terinspirasi dari tamu-tamu yang datang ke Majapahit dari Nusantara. Majapahit saat itu sudah menjadi pusat kekuasaan di Nusantara dan banyak mendapat kunjungan dari berbagai utusan.

Jadi soal relief dan perahu besar itu dipengaruhi juga dengan budaya di Nusantara. Misalnya saja suku Dayak di Kalimantan juga memakai rumbai.

"Pemahat Jawa Kuno dipengaruhi dengan budaya nusantara di masa Majapahit. Pasukan di relief itu menunjukkan tentara dari seberang laut," urai Agus.

Agus menilai berlebihan bila mengaitkan relief di Candi Penataran dengan prajurit suku Maya yang ada di benua Amerika.

"Semua harus ada data ilmiah, ada tidak catatan pernah berhubungan dengan Majapahit? Di suku Maya saja tidak ada catatan. Jadi begini, di bawah udara tropis, bisa saja ada kesamaan relasi budaya. Contoh misalnya anak panah, semua bangsa sama bentuknya seperti itu. Jadi ini namanya inovasi, kreativitas para pemikir lokal," urainya.
"Begitu juga yang katanya di relief ada helm mirip tentara Turki atau Persia, itu kan bentuknya seperti mahkota. Bangsa kita sudah punya budaya itu, sedang soal gambar naga itu karena pengaruh India. Naga di Indonesia itu dekat dengan pengaruh India," tutupnya.


foto: dok. Perpusnas.go.id

(ndr/mad)
Misteri Bukit Aneh di Bima, Tim Geologi Duga Batu Heksagonal Candi Kuno yang Runtuh

Misteri Bukit Aneh di Bima, Tim Geologi Duga Batu Heksagonal Candi Kuno yang Runtuh

Nur Khafifah - detikNews

Misteri Bukit Aneh di Bima, Tim Geologi Duga Batu Heksagonal Candi Kuno yang Runtuh
Jakarta - Tim Geologi Ekspedisi NKRI 2015 Koridor Kepulauan Nusa Tenggara menemukan bukit berisi tumpukan batu heksagonal di Tanjung Meriam, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Hampir seluruh bukit dipenuhi batu dengan bentuk dan ukuran yang mirip.

Anggota Tim Geologi Subkorwil 4/Bima, Masykur mengatakan, batu berwarna hitam tersebut merupakan jenis batuan beku dengan struktur columnar joint. Columnar joint merupakan struktur batuan yang berupa pilar-pilar/kolom-kolom yang tersusun rapi.

"Itu proses pembekuan magma dari perut bumi. Tapi begitu mendekati permukaan langsung membeku. Proses pembekuannya cepat sekali," kata Masykur saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (24/4/2015).

Namun ia juga mengungkap adanya kemungkinan bahwa tumpukan batu yang tersusun rapi itu adalah candi kuno. "Sebenarnya belum ada penelitian apakah itu situs purbakala atau bukan. Kalau dilihat memang seperti candi yang runtuh atau gagal dibuat," ujarnya.

Namun Masykur belum dapat memastikan hal itu. Tim baru melakukan penelitian awal di tempat yang berlokasi tak jauh dari Pulau Komodo ini.

Batu-batu heksagonal yang menancap di bukit Tanjung Meriam itu berdiameter sekitar 25 cm. Sementara panjang batu yang tak tertimbun tanah sekitar 2-3 meter.

Batu ini menancap kuat di tanah. Saat diinjak oleh tim yang berjumlah lebih dari 5 orang, batu tersebut tak goyang sedikitpun.

"Batuan beku itu kuat. Sebarannya pasti menerus jauh ke bawah perut bumi," kata Masykur.
(kff/ndr)
Menikmati Pesta Purnama di Candi Penataran Blitar

Menikmati Pesta Purnama di Candi Penataran Blitar

Ikhwanul Khabibi - detikNews

Menikmati Pesta Purnama di Candi Penataran Blitar
Jakarta - Candi Palah atau yang biasa dikenal dengan nama Candi Penataran di Blitar, Jawa Timur, memperlihatkan kemolekannya di malam hari. Candi yang dibangun abad XII itu terlihat anggun saat diterangi cahaya Purnama beriring seruling pada acara Purnama Seruling Penataran yang digelar Sabtu, 7 Maret 2015.

Dalam keterangan tertulis yang didapat dari pengelola Candi Penataran, Minggu (8/3/2015), acara dengan tema The Stage of World’s Fraternity and Peace, digelar di kaki Gunung Kelud ini menghadirkan sejumlah seniman nusantara, dari Makassar, Kutai Kertanegara, Blitar juga seniman luar negeri asal Jepang.

Seniman asal Makassar, Misbah Bilok penampil Seruling Sakuhaci. Sanggar Sekar Ayu menghadirkan tari Janggrong. Seniman Kutai Kertanegara menghadirkan Tari Ampus Bahuna. Seniman Blitar menghadirkan tarian Lembusuro Jotosuro. Seniman asal Jepang menghadirkan Hana Mai (bunga menari).

Selain seniman tamu, Dewan Kesenian Kabupaten Blitar (DKKB) juga menghadirkan lakon utama sendratari dengan judul “Sesaji Kelod”. Sendratari Sesaji Kelod bercerita tentang rasa syukur warga Blitar yang selamat dari amukan letusan Gunung Kelud satu tahun yang lalu, serta rasa syukur atas kembalinya Gunung Kelud ke pangkuan Blitar.

Pesta Purnama sempat diiringi suasana hujan gerimis, namun tak serta merta membuat penonton patah semangat. Ada yang bersembunyi di balik pepohonan, menutup kepalanya dengan payung, tas dan kardus dan banyak pula yang membiarkan tubuhnya basah.

Antusiasme warga juga nampak dari ludesnya 1500 tiket. Bahkan, hingga penghujung acara yang diakhiri dengan doa bersama pun, penonton tetap tidak beranjak dari pelataran Candi yang dibangun pada abad XII itu.
 
(kha/kha)
Back To Top