Jakarta - Mensesneg Pratikno pernah berucap soal andai-andai agar Komjen Budi Gunawan (BG) mundur. Menurut dia, alangkah baiknya bila BG mundur, dilema politik dan hukum akan terselesaikan.
"Tentu saja sangat indah kalau misalnya justru, misalnya Pak BG mundur. Itu kan selesai. Kalau tidak mundur berarti dilema antara politik dan hukum ini harus diselesaikan," kata Pratikno kepada wartawan di Istana Negara, Selasa (3/2).
Andai-andai yang disampaikan Pratikno ini pun menuai banyak kecaman dari koalisi Indonesia hebat (KIH). Tapi mungkin sebenarnya, apa yang disampaikan Pratikno ini punya pijakan. Bila melihat UU Kepolisian memang tidak ada kewajiban mundur seorang tersangka di kepolisian.
Namun bila melihat lebih jauh dari PP No 3 tahun 2003 yang ditandatangani Megawati tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian RI, diatur soal status tersangka. PP ini sebagai penjelas dari UU Kepolisian 2002.
Di pasal 10 dijelaskan secara gamblang, aturan seorang polisi yang menjadi tersangka atau terdakwa dapat diberhentikan sementara:
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijadikan tersangka/terdakwa dapat diberhentikan sementara dari jabatan dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia, sejak dilakukan proses penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Pemberhentian sementara dari jabatan dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk kepentingan penyidikan dapat dilakukan secara langsung.
(3) Ketentuan tentang tata cara pelaksanaan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Kapolri
Dalam melakukan pemeriksaan ini, KPK sudah berkirim surat ke presiden dan juga Wakapolri. Namun sepertinya, sepertinya surat itu soal pemberhentian sementara ini tak terlalu diperhatikan.
Seperti disampaikan Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti. BG baru akan mundur setelah proses praperadilan.
"Jadi beliau mohon kalau bisa pengunduran itu setelah praperadilan," kata Komjen Badrodin usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (4/2).
(dha/ndr)
"Tentu saja sangat indah kalau misalnya justru, misalnya Pak BG mundur. Itu kan selesai. Kalau tidak mundur berarti dilema antara politik dan hukum ini harus diselesaikan," kata Pratikno kepada wartawan di Istana Negara, Selasa (3/2).
Andai-andai yang disampaikan Pratikno ini pun menuai banyak kecaman dari koalisi Indonesia hebat (KIH). Tapi mungkin sebenarnya, apa yang disampaikan Pratikno ini punya pijakan. Bila melihat UU Kepolisian memang tidak ada kewajiban mundur seorang tersangka di kepolisian.
Namun bila melihat lebih jauh dari PP No 3 tahun 2003 yang ditandatangani Megawati tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian RI, diatur soal status tersangka. PP ini sebagai penjelas dari UU Kepolisian 2002.
Di pasal 10 dijelaskan secara gamblang, aturan seorang polisi yang menjadi tersangka atau terdakwa dapat diberhentikan sementara:
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijadikan tersangka/terdakwa dapat diberhentikan sementara dari jabatan dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia, sejak dilakukan proses penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Pemberhentian sementara dari jabatan dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk kepentingan penyidikan dapat dilakukan secara langsung.
(3) Ketentuan tentang tata cara pelaksanaan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Kapolri
Dalam melakukan pemeriksaan ini, KPK sudah berkirim surat ke presiden dan juga Wakapolri. Namun sepertinya, sepertinya surat itu soal pemberhentian sementara ini tak terlalu diperhatikan.
Seperti disampaikan Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti. BG baru akan mundur setelah proses praperadilan.
"Jadi beliau mohon kalau bisa pengunduran itu setelah praperadilan," kata Komjen Badrodin usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (4/2).
(dha/ndr)
0 Komentar untuk "Melihat Korelasi Saran Mensesneg Agar Komjen BG Mundur dan PP No 3 Tahun 2003 "