Salah satu kasus yang paling banyak ditemukan adalah di wilayah perbatasan dengan Malaysia. Berbagai macam produk mulai dari makanan, pupuk, elpiji hingga elektronik masuk secara ilegal ke wilayah Indonesia.
Dirjen Standardisasi Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Widodo mengungkapkan, salah satu masalah besar yang dialami pemerintah adalah keterbatasan petugas pengawasan barang beredar di wilayah perbatasan.
"Idealnya kalau sekarang ada 511 kabupaten/kota masing-masing 4 orang yaitu 2.044 petugas pengawas, sekarang ini hanya ada 800-an," katanya saat ditemui di Kantor Kemendag, Jalan Ridwan Rais Jakarta, Selasa (5/5/2015).
Permasalahan lain timbul setelah Undang-undang (UU) No. 23/2014 tentang Otonomi Khusus Daerah terbit tahun lalu. Aturan ini menegaskan kontrol sepenuhnya pengawasan barang beredar dilakukan sepenuhnya oleh provinsi dan pemerintah pusat.
"Kedua undang-undang Otonomi Daerah pengawas itu di pasar dan perbatasan dibebankan kepada provinsi bukan di Kabupaten Kota, ini menjadi kendala pengawasan di daerah. Ini menjadi masalah," katanya.
Lebih lanjut kendala lain adalah masalah anggaran operasional pengawasan barang beredar di lintas perbatasan. Widodo mengatakan, setiap provinsi hanya menganggarkan dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp 75 juta-100 juta untuk pengawasan barang beredar di lintas perbatasan.
"Ini yang saya komunikasikan khusus untuk penganggaran itu. Karena banyak yang harus diperiksa seperti standar, level, petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia, iklan, klausul baku, dan layanan purna jual. Barang yang beredar jutaan item," sebutnya.(wij/rrd)
Labels:
Jaga Perbatasan,
Kemendag
Thanks for reading Jaga Perbatasan, Kemendag Keluhkan Minimnya Anggaran dan Petugas. Please share...!
0 Komentar untuk "Jaga Perbatasan, Kemendag Keluhkan Minimnya Anggaran dan Petugas"