-->
Motivasi Menulis
Bisnis Online

Kisah Yusril tentang Kegelisahan Soeharto Jelang Kejatuhannya

, CNN Indonesia
Kisah Yusril tentang Kegelisahan Soeharto Jelang Kejatuhannya  
Presiden RI kedua, Soeharto. (Getty Images/Maya Vidon)
 
Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menjadi salah satu saksi mata yang menyaksikan langsung bagaimana kondisi fisik dan psikologis Presiden Soeharto menjelang kejatuhannya 17 tahun lalu, 21 Mei 1998.

Yusril saat itu berada di lingkaran dalam Cendana –sebutan untuk kediaman Soeharto. Selama sekitar sepekan lebih hingga 21 Mei, Yusril bahkan tidak pulang ke rumah. Ia menginap di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat, ikut mengamati dan mengurusi krisis yang terjadi.

“Saya detik demi detik di samping Pak Harto. Beliau sangat gelisah,” ujar Yusril berkisah kepada CNN Indonesia, Rabu malam (20/5).

Yusril pun termasuk di antara para tokoh yang dipanggil Soeharto pada 19 Mei untuk dimintai pendapat. Bersama dia, hadir pula Abdurrahman Wahid atau Gus Dur selaku Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama saat itu,  budayawan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, Nurcholish Madjid atau Cak Nur selaku Direktur Yayasan Paramadina saat itu, Ali Yafie selaku Ketua Majelis Ulama Indonesia saat itu, tokoh Muhammadiyah Malik Fadjar dan Sumarsono, Kiai Haji Cholil Baidowi dari Muslimin Indonesia, dan tokoh NU Achmad Bagdja dan Ma’aruf Amin.

Pertemuan antara Soeharto dan 10 tokoh tersebut berlangsung sekitar dua jam 30 menit, sejak pukul 09.00 WIB hingga menjelang zuhur. Usai pertemuan itu, Soeharto mengumumkan akan merombak kabinet dan mengganti namanya dari Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Ia juga berencana membentuk Komite Reformasi. Dua keputusan itu merupakan gagasan Soeharto sendiri usai berdiskusi dengan kesepuluh tokoh yang tersebut.

Yusril mengenang betapa kondisi makin panas menjelang 21 Mei 1998. “Presiden Soeharto berkunjung ke Mesir tanggal 9 Mei untuk menghadiri KTT G-15, dan keadaan makin genting saat ia pulang pada 15 Mei,” ujarnya. Lawatan ke Mesir itu menjadi kunjungan terakhir Soeharto selaku Presiden RI.

“Ketika itu kami briefing TNI (saat itu disebut ABRI) bahwa harus hati-hati betul, jangan sampai ada korban. Sebab kalau ada korban seperti tertembaknya Arif Rahman Hakim tahun 1966 di depan Istana, bisa memicu kerusuhan luas. Penembakan Arif Rahman saat itu punya andil dalam rangkaian peristiwa yang membuat Soekarno mundur,” kata Yusril.

Kekhawatiran Yusril saat itu menjadi kenyataan. Mahasiswa Universitas Trisakti tertembak pada 12 Mei, dan hingga ini kasus itu belum juga terungkap. Usai Tragedi Trisakti ini, kondisi Republik Indonesia kritis. Kondisi diperparah dengan perginya para elite Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ke Malang.

Perginya para Jenderal TNI

Sehari sesudah penembakan Trisakti, 13 Mei, Wiranto selaku Panglima ABRI saat itu membawa para jenderalnya pergi ke Malang untuk menghadiri peresmian Divisi Kostrad. “Danjen Kopassus Letjen Prabowo Subianto pun ketika itu ikut ke Malang,” ujar Yusril.

Tak pelak ketiadaan tentara dalam menjaga ibu kota membuat Yusril ketar-ketir. “Saya waktu itu ngobrol sama Sjafrie Sjamsuddin. Bagaimana ini mengatasi situasi di Jakarta padahal tentara ke Malang semua,” kata dia.

Belum lagi saat itu Soeharto belum pulang dari Mesir. Lengkaplah sudah kecemasan Yusril. Indonesia genting. Tuntutan reformasi menguat sementara Presiden berada di luar negeri, para tentara berada di luar ibu kota, dan Menteri Sekretaris Negara Saadillah Mursjid sakit-sakitan.

Para jenderal tentara itu baru pulang malam harinya. Situasi tanah air yang makin mencekam pun akhirnya membuat Yusril dan sembilan tokoh lainnya yang dipanggil Soeharto saat Soeharto telah kembali ke Jakarta, menyarankan agar sang Presiden bersedia mundur.

“Pak Harto sendiri waktu pulang dari Mesir ingin melakukan reformasi. Oleh karena itulah saya dan kawan-kawan dipanggil ke Istana. Saya bilang ketika itu: Bapak Soeharto harus segera mundur untuk memberi ketenangan pada semua orang,” kata Yusril, masih mengingat jelas momen jatuhnya Soeharto.

“Pak Harto kemudian berkata pada saya, ‘Saya sudah mau mundur, tapi bagaimana caranya?’” ujar Yusril mengulangi ucapan Soeharto kepada dia yang penuh kegelisahan.

Melihat ucapan dan gerak-gerik Soeharto saat itu, Yusril 100 persen yakin sang Jenderal memang bakal mundur. Prediksinya tepat. Kegelisahan Soeharto memuncak dan akhirnya berujung pada pidatonya pada 21 Mei yang mengumumkan berhentinya dia sebagai Presiden RI.

Simak cerita Yusril soal proses penyusunan pidato pengunduran diri Soeharto di laporan berikutnya. (agk)
Labels: Mengingat Kembali Reformasi

Thanks for reading Kisah Yusril tentang Kegelisahan Soeharto Jelang Kejatuhannya. Please share...!

0 Komentar untuk "Kisah Yusril tentang Kegelisahan Soeharto Jelang Kejatuhannya"

Back To Top