Reporter : Hery H Winarno, Kresna
Merdeka.com - Beberapa pekan ini warga Yogyakarta dan sekitarnya dirisaukan dengan kabar soal suksesi Raja DIY. Hal ini lantaran hingga kini belum jelas siapa orang yang bakal ditunjuk oleh Sri Sultan Hamengku Bawono X untuk menggantikan dirinya kelak memimpin DIY.
Siang kemarin semua teka-teka tersebut terjawab sudah. Sri Sultan menetapkan putri sulungnya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun sebagai calon penerus takhta Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Penetapan tersebut didasarkan atas sabda raja yang dikeluarkan Sri Sultan siang kemarin di Siti Hinggil, Keraton Yogyakarta. Sri Sultan mengeluarkan sabda raja yang isinya hanya satu poin saja.
Raden Wedono Ngabdul Sadak, salah seorang abdi dalem yang bertugas di Masjid Panepen mengatakan poin dalam Sabda Raja yaitu mengganti nama GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi dan sekaligus mengangkat sebagai putri mahkota.
"Ganti nama GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi," tandasnya.
Merdeka.com - Beberapa pekan ini warga Yogyakarta dan sekitarnya dirisaukan dengan kabar soal suksesi Raja DIY. Hal ini lantaran hingga kini belum jelas siapa orang yang bakal ditunjuk oleh Sri Sultan Hamengku Bawono X untuk menggantikan dirinya kelak memimpin DIY.
Siang kemarin semua teka-teka tersebut terjawab sudah. Sri Sultan menetapkan putri sulungnya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun sebagai calon penerus takhta Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Penetapan tersebut didasarkan atas sabda raja yang dikeluarkan Sri Sultan siang kemarin di Siti Hinggil, Keraton Yogyakarta. Sri Sultan mengeluarkan sabda raja yang isinya hanya satu poin saja.
Raden Wedono Ngabdul Sadak, salah seorang abdi dalem yang bertugas di Masjid Panepen mengatakan poin dalam Sabda Raja yaitu mengganti nama GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi dan sekaligus mengangkat sebagai putri mahkota.
"Ganti nama GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi," tandasnya.
Dengan sabda tersebut, maka GKR Pembayun atau GKR Mangkubumi akan
menjadi penerus takhta kerajaan Yogyakarta setelah Sri Sultan Hamengku
Bawono. Lalu siapa sebenarnya GKR Pembayun?
Pembayun lahir di Bogor, 24 Februari 1972 (43 tahun) adalah putri pertama dari pasangan Sri Sultan Hamengkubuwono X dengan Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Ratu Pembayun dibesarkan di Yogyakarta hingga usia SMA.
Pembayun tercatat sekolah di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta sebelum akhirnya pindah sekolah ke Singapura di International School of Singapore. Setelah Lulus SMA, dia melanjutkan pendidikannya di beberapa college di California sebelum akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Griffith University Brisbane, Queensland, Australia.
Pada 28 Mei 2002, Pembayun menikah dengan Pangeran Wironegoro. Sebagai putri tertua, pernikahan Pembayun mendapat banyak perhatian dari publik. Pernikahan ini juga menjadi acuan bagi pernikahan-pernikahan adik-adiknya.
Pembayun lahir di Bogor, 24 Februari 1972 (43 tahun) adalah putri pertama dari pasangan Sri Sultan Hamengkubuwono X dengan Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Ratu Pembayun dibesarkan di Yogyakarta hingga usia SMA.
Pembayun tercatat sekolah di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta sebelum akhirnya pindah sekolah ke Singapura di International School of Singapore. Setelah Lulus SMA, dia melanjutkan pendidikannya di beberapa college di California sebelum akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Griffith University Brisbane, Queensland, Australia.
Pada 28 Mei 2002, Pembayun menikah dengan Pangeran Wironegoro. Sebagai putri tertua, pernikahan Pembayun mendapat banyak perhatian dari publik. Pernikahan ini juga menjadi acuan bagi pernikahan-pernikahan adik-adiknya.
Sebelum menikah, sesuai dengan adat keraton, calon pengantin wanita
menerima gelar dan nama baru dari sebelumnya Gusti Raden Ajeng
Nurmalitasari menjadi Gusti Kanjeng Ratu Pembayun. Pemberian gelar ini
dilangsungkan melalui upacara wisuda yang digelar di keraton Yogyakarta.
Sementara itu calon pengantin pria mendapat gelar Kanjeng Pangeran
Haryo Wironegoro. Pada saat yang bersamaan, Ratu Pembayun juga diangkat
sebagai pemimpin kegiatan keputren dan seluruh putri keturunan Sultan
Hamengkubuwono X.
Selain aktif dalam berbagai organisasi sosial dan kemasyarakatan, GKR Pembayun menjabat sebagai Direktur PT Yogyakarta Tembakau Indonesia (perusahaan rokok kretek yang dibangun untuk mengurangi angka pengangguran di Bantul) dan PT Yarsilk Gora Mahottama, serta Komisaris Utama PT Madubaru.
Namun yang jadi menarik, jika nanti GKR Mangkubumi jadi dilantik menggantikan ayahandanya, maka Pembayun adalah ratu pertama di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Seperti diketahui sejak Sri Sultan Hamengkubuwono I berkuasa pada 13 Februari 1755, kesultanan ini selalu dipimpin oleh seorang laki-laki. Bahkan jauh ketika Surakarta dan Yogyakarta masih jadi satu (kerajaan Mataram baru/Islam) tidak pernah ada pemimpin perempuan.
Pada 13 Februari 1755 menjadi puncak perpecahan di kerajaan Mataram Baru. Perpecahan tersebut ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Selain aktif dalam berbagai organisasi sosial dan kemasyarakatan, GKR Pembayun menjabat sebagai Direktur PT Yogyakarta Tembakau Indonesia (perusahaan rokok kretek yang dibangun untuk mengurangi angka pengangguran di Bantul) dan PT Yarsilk Gora Mahottama, serta Komisaris Utama PT Madubaru.
Namun yang jadi menarik, jika nanti GKR Mangkubumi jadi dilantik menggantikan ayahandanya, maka Pembayun adalah ratu pertama di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Seperti diketahui sejak Sri Sultan Hamengkubuwono I berkuasa pada 13 Februari 1755, kesultanan ini selalu dipimpin oleh seorang laki-laki. Bahkan jauh ketika Surakarta dan Yogyakarta masih jadi satu (kerajaan Mataram baru/Islam) tidak pernah ada pemimpin perempuan.
Pada 13 Februari 1755 menjadi puncak perpecahan di kerajaan Mataram Baru. Perpecahan tersebut ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan
gelar Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati
Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah atau lebih
populer dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Namun mungkin Pembayun menjadi ratu pertama? Apakah hal tersebut tidak menyalahi aturan dan tradisi kraton yang sampai saat ini masih dijaga kuat?
Guru Besar Sejarah UGM, Prof Djoko Suryo menilai perubahan merupakan hal yang biasa dalam Keraton, termasuk di Yogyakarta. Menurutnya, ada banyak contoh di mana kerajaan di Nusantara dipimpin oleh seorang perempuan.
"Ada beberapa contoh di nusantara, di Aceh ada, di tempat lain juga, saya kira perubahan itu terjadi karena memang zamannya juga berubah," katanya pada merdeka.com, Selasa (5/5) kemarin.
Namun mungkin Pembayun menjadi ratu pertama? Apakah hal tersebut tidak menyalahi aturan dan tradisi kraton yang sampai saat ini masih dijaga kuat?
Guru Besar Sejarah UGM, Prof Djoko Suryo menilai perubahan merupakan hal yang biasa dalam Keraton, termasuk di Yogyakarta. Menurutnya, ada banyak contoh di mana kerajaan di Nusantara dipimpin oleh seorang perempuan.
"Ada beberapa contoh di nusantara, di Aceh ada, di tempat lain juga, saya kira perubahan itu terjadi karena memang zamannya juga berubah," katanya pada merdeka.com, Selasa (5/5) kemarin.
Dia menerangkan salah satu perubahan kondisi yang mungkin menjadi alasan
Sultan menunjuk putri mahkota yaitu karena Sultan sekarang tidak lagi
berpoligami seperti Sultan sebelumnya. Dampaknya, Sultan tidak memiliki
banyak pilihan untuk memilih calon penerusnya.
"Ini mungkin ya, karena saya tidak tahu persis, tapi dilihat dari kondisi dulu Sultan istrinya bisa banyak, jadi banyak pilihan siapa yang ditunjuknya. Kalau sekarang monogami, sehingga pilihannya pun tidak banyak," terangnya.
Selain itu dia menilai jika Sultan memiliki hak penuh untuk menentukan siapa calon penggantinya, sehingga tidak ada yang salah.
"Inilah monarki, jadi memang hak Sultan untuk menentukan siapa penerusnya," ujarnya.
Dia melihat perubahan tradisi yang dilakukan oleh Sultan harus juga dilihat latar belakangnya. Apa yang membuat Sultan melakukan itu.
"Kita tidak tahu kenapa, alasannya apa, kita tidak tahu jelas, sehingga perlu tahu dulu, karena itukan dilakukan di internal Keraton," pungkasnya.
"Ini mungkin ya, karena saya tidak tahu persis, tapi dilihat dari kondisi dulu Sultan istrinya bisa banyak, jadi banyak pilihan siapa yang ditunjuknya. Kalau sekarang monogami, sehingga pilihannya pun tidak banyak," terangnya.
Selain itu dia menilai jika Sultan memiliki hak penuh untuk menentukan siapa calon penggantinya, sehingga tidak ada yang salah.
"Inilah monarki, jadi memang hak Sultan untuk menentukan siapa penerusnya," ujarnya.
Dia melihat perubahan tradisi yang dilakukan oleh Sultan harus juga dilihat latar belakangnya. Apa yang membuat Sultan melakukan itu.
"Kita tidak tahu kenapa, alasannya apa, kita tidak tahu jelas, sehingga perlu tahu dulu, karena itukan dilakukan di internal Keraton," pungkasnya.
Labels:
GKR Mangkubumi,
Pembayun Ratu Pertama di Nyayogyakarta
Thanks for reading Bergelar GKR Mangkubumi, Pembayun ratu pertama di Ngayogyakarta. Please share...!
0 Komentar untuk "Bergelar GKR Mangkubumi, Pembayun ratu pertama di Ngayogyakarta"